Reporter: Rezha Hadyan | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Uni Eropa pada awal bulan depan akan menerbitkan aturan teknis atau delegated act terkait Renewable Energy Directive (RED) II. Deklarasi tersebut menunjukkan kesiapan UE mengimplementasikan RED II yang akan diimplementasikan mulai tahun 2020 mendatang.
RED II merupakan kesepakatan mengenai penggunaan bahan bakar ramah lingkungan (biofuel). Dengan adanya kesepakatan ini, maka negara anggota UE wajib memenuhi 32% dari total kebutuhan energinya melalui sumber energi terbarukan sepuluh tahun sejak implementasi RED II atau tahun 2030.
Melalui kesepakatan ini pula, negara anggota UE akan membuat kategorisasi tanaman pangan dengan risiko tinggi dan risiko rendah terhadap perubahan fungsi lahan dan deforestasi. Kategorisasi tersebut dikenal sebagai konsep perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung atau Indirect Land Usage Change (ILUC).
Tanaman pangan yang dianggap berisiko tinggi yang salah satunya adalah kelapa sawit nantinya akan dibatasi penggunaannya dan dihapuskan secara bertahap dari pasar bahan bakar nabati UE.
Kebijakan yang dinilai bersifat diskriminatif dan mendapat penolakan dari pemerintah Indonesia ini tentunya akan mempengaruhi para pelaku industri kelapa sawit di Tanah Air tak terkecuali PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SMSS).
Corporate Communication Sawit Sumbermas Sarana Andre Taufan Pratama mengatakan implementasi RED II oleh UE tentu akan berpengaruh langsung terhadap ekspor emiten kelapa sawit yang berbasis di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah ini. “Oleh karena itu kami harus bisa memaksimalkan pasar ekspor ke China dan India sebagai negara importir utama minyak kelapa sawit di dunia,” kata dia ketika dihubungi Kontan.co.id pada Selasa (29/1).
Selain itu menurut Andre pihaknya juga akan terus berupaya menerapkan bisnis minyak kelapa sawit yang berkelanjutan agar produk yang dihasilkan adalah minyak kelapa sawit dengan sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Jika hal tersebut bisa dicapai maka Sawit Sumbermas Sarana bisa meningkatkan ekspornya ke negara-negara lain diluar negara yang selama ini menjadi tujuan ekspor utama minyak kelapa sawit dunia.
“Triwulan pertama kami akan melakukan roadshow untuk mendongkrak penjualan ke beberapa negara di Asia dan Eropa seperti Laos, Kamboja, Nepal, Myanmar, Uzbekistan, dan Bulgaria,” ungkap Andre.
Asal tahu saja, pada tahun 2019 Sawit Sumbermas Sarana ini menargetkan porsi ekspor sebesar 35% dari keseluruhan minyak kelapa sawit yang diproduksi. Untuk target di akhir 2019, emiten kelapa sawit yang berdiri pada tahun 1995 bisa meraih pertumbuhan produksi minyak kelapa sawit sebesar 23% secara year on year (yoy), serta pendapatan laba bersih sekitar 20% yoy.
Namun data pencapaian tahun lalu baru akan dipublikasikan akhir bulan ini, maka angka pasti pertumbuhan ini belum bisa dibandingkan.
Sementara itu emiten kelapa sawit yang tergabung dalam Grup Astra, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) menyatakan tidak terpengaruh dengan adanya implementasi RED II oleh UE. “Kami tidak melakukan ekspor produk ke negara -negara UE,” kata Vice President of Communication Astra Agro Lestari Tofan Mahdi.
Sebagai informasi, Astra Agro Lestari saat ini masih fokus memasarkan produknya ke pasar domestik. PT Musim Mas tercatat masih menjadi pelanggan terbesar Astra Agro Lestari dengan nilai transaksi hingga Rp 9,42 triliun atau setara 68,44% keseluruhan penjualan hingga kuartal ketiga tahun lalu.
PT Asal tahu saja Musim Mas merupakan salah satu dari 19 perusahaan yang menyuplai bahan baku biofuel dalam kebijakan mandatori Biodiesel B-20 yang diinisiasi oleh Pemerintah Indonesia.
Penjualan Astra Agro Lestari pada periode Januari-September 2018 tercatat mengalami kenaikan 10,16% yoy menjadi Rp 13,76 triliun dari Rp 12,49 triliun. Penjualan ditopang oleh produk minyak kelapa sawit dan turunannya yang menyumbang 87,55% pendapatan emiten hingga kuartal III 2018. Kemudian produk inti sawit dan turunannya menyumbang 11,34% pendapatan dan produk lainnya sebesar 1,1%.
Lebih rinci lagi, penjualan minyak kelapa sawit dan turunannya hingga kuartal ketiga tahun 2018 senilai Rp 12,05 triliun, naik 14,44% dari yoy di Rp 10,53 triliun. Kemudian, penjualan inti sawit dan turunannya senilai Rp 1,56 triliun, turun 19,285% dari yoy Rp 1,93 triliun. Dan penjualan lainnya senilai Rp 151,58 miliar, naik signifikan 400,49% dari yoy Rp 30,29 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News