Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menggelar lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk negara pada Selasa (9/3). Hasil lelang sukuk negara kali ini turun lagi jika dibandingkan dengan dua pekan lalu.
Pada lelang kali ini, jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp 17,97 triliun dari enam seri yang ditawarkan. Penawaran yang masuk ini lebih rendah jika dibandingkan dengan lelang SBSN sebelumnya. Pada lelang SBSN dua pekan lalu, Selasa (23/2), penawaran yang masuk mencapai Rp 24,24 triliun dari enam seri yang dilelang.
Dari total penawaran yang masuk, pemerintah menyerap sebanyak Rp 4,49 triliun pada lelang pekan ini. Total serapan tersebut berada di bawah target indikatif yang berada di angka Rp 12 triliun. Penyerapan ini pun lebih kecil jika dibandingkan dengan lelang sukuk negara dua pekan lalu yang sebesar Rp 4,99 triliun.
Menurut Direktur Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Ezra Nazula, kondisi penurunan serapan saat ini masih merupakan imbas dari pasar yang sedang dikemudikan oleh sentimen global, dengan yield US Treasury Yields yang mencapai 1,6% pekan lalu. Hal ini pula yang mengangkat nilai tukar dolar AS.
Baca Juga: Pemerintah hanya menyerap Rp 4,49 triliun pada lelang sukuk negara, Selasa (9/3)
"Pandangan kami, ini adalah hal sementara. Setelah sentimen mereda dan stabilitas terlihat di US Treasury dan rupiah maka fundamental menunjukkan kondisi makro Indonesia yang stabil dan real yield obligasi Indonesia yang relatif tinggi dibanding negara lain," ujar Ezra.
Menurut Head of Fixed Income Sucorinvest Asset Management, Dimas Yusuf peminat lelang diprediksi masih akan cukup tinggi walaupun turun jika dibandingkan dengan 2-3 bulan lalu. "Pemerintah masih punya banyak opsi pendanaan lainnya dan nampaknya masih akan mengutamakan tidak memenangkan jumlah bid masuk yang terlalu besar, yang dapat menjadikan kondisi oversupply pada pasar obligasi negara," ujar dia.
Dimas menambahkan, saat ini risiko Indonesia cenderung turun jika dilihat secara jangka panjang, mengingat jarak antara yield AS dan Indonesia yang sedang dalam tren penurunan. Tetapi, memang secara global ada insentif untuk mengambil keuntungan, mengingat kemarin beberapa negara termasuk Indonesia sudah mengalami penurunan yield yang cukup banyak.
Baca Juga: Yield US Treasury turun, rupiah berpotensi berbalik menguat pada Rabu (10/3)
"Perlu diingat juga Indonesia adalah salah satu best performer di antara emerging countries lainnya dengan total return sebesar 13% sepanjang tahun 2020 dibanding emerging countries yang secara rata-rata hanya menghasilkan total return di kisaran 3% pada periode yang sama," kata Dimas.
Untuk ke depannya, Dimas mengatakan yield obligasi acuan (10 tahun) dianggap masih memiliki kemungkinan untuk naik ke level 7% jika yield US Treasury dengan tenor sama naik ke level 2%. Saat ini, yield surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun berada di kisaran 6,76%.
"Namun di level tersebut seharusnya ada cukup banyak investor yang berani untuk melakukan buyback menambah kepemilikan obligasi negara mengingat yield yang sudah sangat menarik," pungkas Dimas.
Baca Juga: IHSG diprediksi lanjut koreksi hari ini, Rabu (10/3), saham-saham ini bisa ditimbang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News