Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Meski tahun ini masih tersisa beberapa pekan lagi, PT Excelcomindo Pratama Tbk sudah menatap tahun depan. Operator seluler terbesar ketiga di Indonesia ini berencana melakukan ekspansi dan perluasan jaringan. Buat membiayai rencana tersebut, emiten berkode EXCL itu menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sekitar US$ 700 juta pada 2009.
Jumlah ini lebih rendah 44% dari anggaran belanja modal Excelcomindo tahun ini, yang US$ 1,25 miliar. Senior Vice President Corporate Finance Excelcomindo Johnson Chan mengatakan, perusahaan yang punya merek dagang XL ini sedang mencari utang untuk menutupi kebutuhan capex sebesar US$ 700 juta tersebut. "Kami sedang mencari utang hingga US$ 400 juta," katanya kepada Kontan, dua hari lalu.
Excelcomindo baru saja mengantongi komitmen pinjaman berupa kredit ekspor dari Export Credit Agency (ECA) Swedia. Nilainya sebesar US$ 400 juta. Pengucurannya dalam dua tahap.
Yang pertama sebesar US$ 200 juta, akan diterima pada akhir tahun ini. Sedangkan separuhnya lagi baru akan diperoleh pada akhir kuartal pertama atau awal kuartal kedua tahun depan. Namun, Johnson belum bisa menyebutkan jangka waktu serta bunga pinjaman dari bank asal Swedia tersebut.
Terakhir, XL mendapatkan fasilitas kredit sindikasi sebesar US$ 140 juta pada awal November lalu. Empat bank pemberi pinjaman berjangka waktu tiga tahun dan berbunga Singapore Interbank Offered Rate (SIBOR) plus 2-3% adalah: DBS Bank Ltd, Economic Development Canada, The Bank of Tokyo-Mitsubishi UJF, dan Chinatrust Comercial Bank. Utang itu untuk mencukupi kebutuhan capex tahun ini.
Penjualan menara tertunda
Sedangkan kebutuhan belanja modal 2009 harus bersumber dari pinjaman US$ 400 juta, karena penjualan 7.000 menara XL terus molor. Rencananya duit hasil penjualan menara itu untuk menutup kebutuhan capex 2009.
Namun, hingga akhir tahun ini perusahaan belum bisa merampungkan proses penjualan menara tersebut. Maka, "Kami menggunakan rencana cadangan untuk membiayai capex dari utang," kata Johnson.
Sekadar informasi, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) XL pada 3 September lalu sudah merestui penjualan 7.000 menara yang ditargetkan rampung sebelum akhir 2008. Duitnya akan dipakai untuk melunasi utang bank, belanja modal tahun 2009, dan dana cadangan.
Menurut Johnson, hingga kini proses penjualan itu masih dalam tahap verifikasi calon pembeli. XL harus mengecek kemampuan pendanaan calon pembeli di tengah krisis pasar finansial saat ini. Maklum, XL berharap bisa meraup dana sekitar Rp 7 trilun - Rp 9 triliun dari hasil penjualan 7.000 menara.
"Mereka juga harus membuktikan ada dananya, termasuk kalau mereka mau mencari utang untuk membayarnya," ujar Johnson. Dia mengungkapkan, beberapa calon pembeli berencana mencari pinjaman bank yang porsinya 70% dari nilai penjualan menara XL.
Goldman Sach sudah ditunjuk untuk membantu proses verifikasi dan mencari calon pembeli menara. Terakhir, XL mencatat ada enam kandidat yang berpotensi memenangkan tender. "Sekarang ini masih terus floating," ujar Johnson. Yang jelas, semua kandidat tersebut adalah perusahaan lokal. Dia menambahkan, proses ini baru bisa rampung tahun depan.
Kepala Riset PT Sarijaya Securities Danny Eugene mengatakan, penundaan penjualan menara bakal mengganggu kesempatan EXCL untuk mendapatkan pendapatan tahun ini. Namun, secara bisnis, XL tidak akan terganggu. "XL perusahaan telekomunikasi bukan perusahaan penjual menara," katanya.
Di sisi lain, XL juga dapat pesaing, seperti PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) yang juga berencana menjual menara miliknya. "Sehingga ada kelebihan pasokan, yang pastinya akan mengganggu harga jual menara," ujar Danny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News