Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat kencang hingga berkali-kali mencetak rekor sejak awal tahun ini. Terbaru, indeks kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa dengan kenaikan 0,28% ke level 6.490,89 pada akhir pekan lalu.
Indeks boleh naik kencang, namun, risiko tetap harus diwaspadai. Sentimen rebalancing indeks MSCI yang akan dilakukan pada Mei mendatang justru bisa menjadi sentimen negatif.
Disebutkan, MSCI akan memasukan portofolio saham dari Arab Saudi. "Bila Arab Saudi masuk, ini bisa menjadi risiko," ujar Head of Intermediary PT Schroder Investment Management Indonesia Teddy Oetomo kepada Kontan.co.id, Jumat (19/1).
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistyo tak menampik adanya potensi ini. Menurutnya, nilai kapitalisasi pasar atau market cap Indonesia dengan Arab Saudi hampir mirip, sekitar US$ 460 miliar.
Karena hampir sama, jika portofolio Arab Saudi masuk, apalagi jika initial public offering (IPO) Saudi Aramco jadi dihelat, bobot IHSG dalam indeks MSCI bisa terdilusi. "Kita bisa terdilusi sekitar 2,2% hingga 2,3%," imbuh Tito.
Teddy bilang, terdilusinya bobot indeks bisa memberikan konsekuensi saham dalam IHSG akan didepak dari indeks MSCI. Skenario terburuknya, penurunan bobot itu berpotensi mendorong dana asing atau capital inflow kembali keluar.
Dana asing yang berputar dalam pasar dalam negeri ada sekitar Rp 1.900 triliun. Dilusi sebesar 2% saja sudah setara sekitar Rp 40 triliun. "Jumlah itu sama dengan jumlah dana asing yang keluar tahun lalu," kata Teddy.
Meski demikian, lanjut Teddy, itu baru sebatas risiko. Belum tentu terjadi tahun ini.
Meski keputusan rebalancing ada di tangan MSCI, tapi masih ada hal yang bisa dilakukan guna memitigasi risiko tersebut. Salah satu caranya dengan memerbesar kapitalisasi pasar.
"Karena kapitalisasi pasar kita masih kecil, sehari transaksi di China setara dengan transaksi di kita setahun," jelas Tito.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News