kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Volume Transaksi Perdagangan Aset Kripto Turun, Besaran Pajak Jadi Persoalan


Rabu, 08 November 2023 / 20:36 WIB
Volume Transaksi Perdagangan Aset Kripto Turun, Besaran Pajak Jadi Persoalan
ILUSTRASI. Calon investor mengamati?grafik perdagangan mata uang kripto?di Jakarta, Senin (3/5/2021). ?(KONTAN/Carolus Agus Waluyo)


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Volume transaksi perdagangan aset kripto masih mencatatkan penurunan dalam satu tahun terakhir. Pada 2021, volume transaksi perdagangan aset kripto mencapai Rp 859,4 triliun. 

Kemudian, volume transaksi merosot hingga 63% menjadi Rp 306,4 triliun pada 2022. Lalu, penurunan berlanjut pada tahun 2023 dan volume transaksinya baru mencapai Rp 94,4 triliun hingga September lalu. 

Merespons kondisi tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini menjelaskan, tingginya pajak menjadi salah satu penyebab penurunan volume transaksi aset kripto. Robby selaku Chief Compliance Officer (CCO) Reku sekaligus Ketua Umum Aspakrindo-ABI mengatakan, pelaku usaha sudah memproyeksi adanya penurunan tersebut.

“Sebagai pelaku exchange, kami sudah menerima keluhan dari pengguna atas penerapan pajak sejak satu tahun lalu sehingga hal ini pun mendorong investor aset kripto beralih ke platform exchange di luar negeri," kata Robby dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/11). 

Baca Juga: Optimisme Pasar Kripto di Balik Penurunan Transaksi

Yang patut menjadi perhatian bersama, platform exchange global yang menjadi sasaran investor kripto belum memiliki lisensi di Indonesia. Menurut Robby, hal dapat berdampak negatif bukan hanya bagi pelaku usaha, namun juga investor dan ekosistem kripto secara keseluruhan. 

Robby melanjutkan, saat ini penerapan pajak di Indonesia terbilang besar dibandingkan dengan negara lainnya.

“Besaran PPN final yang dipungut dan disetor sebesar 1% dari tarif PPN umum atau sebesar 0,11%, sedangkan penerapan PPN aset kripto tidak diberlakukan di banyak negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Australia, dan Brazil," ungkap Robby.

Tingginya beban yang ditanggung oleh investor ini mengakibatkan capital outflow yang signifikan dan dikhawatirkan transaksi tidak lagi terjadi di Indonesia melainkan di global. Masyarakat pun juga tidak mendapatkan perlindungan hukum seperti halnya mereka bertransaksi di exchange lokal.

Pelaku usaha yang tergabung dalam Aspakrindo-ABI berpendapat, pelaku usaha perlu dan siap dilibatkan untuk melanjutkan diskusi mengenai pajak dan keberadaan exchange ilegal. Persoalan ini menyangkut banyak pihak sehingga perlu kolaborasi antar-pemangku kepentingan untuk menciptakan industri yang sehat dan menguntungkan seluruh pelaku di ekosistem aset kripto Indonesia.

Meskipun begitu, di balik menurunnya volume transaksi aset kripto di Indonesia, para investor menunjukkan optimisme terhadap pasar. Mereka menahan aset alias hodl (hold on for dear life) terhadap aset kripto yang mereka miliki.

Baca Juga: Ikuti Tren Positif Bitcoin, Harga Mayoritas Altcoin Naik di Sepekan Terakhir

Crypto Analyst Rek Fahmi Almuttaqin mengatakan, peningkatan preferensi investor untuk menahan aset kripto mereka (hodl) disebabkan oleh faktor harga yang sedang menghijau. Selain itu, ada peningkatan nilai kelangkaan beberapa aset kripto, khususnya BTC dan ETH.

Saat ini, lebih dari 93% Bitcoin telah ditambang, dan jumlah Ethereum yang biasanya selalu naik, kini mengalami penurunan imbas transisi Ethereum ke sistem konsensus PoS. Fenomena tersebut sebenarnya justru menunjukkan optimisme dan kepercayaan diri para investor. 

"Kondisi ini dapat menjadi modal penting bagi pasar kripto untuk menjalani fase bullish berikutnya,” jelas Fahmi.

Di minggu ini, pasar kemungkinan akan mulai berspekulasi terhadap keputusan ETF Bitcoin Spot yang diajukan oleh Franklin dan Hashdex pekan depan. Selain itu, tanggal 21 November juga merupakan deadline kedua untuk ETF Bitcoin Spot yang diajukan oleh Global X yang sekaligus menjadi batas waktu persetujuan terakhir untuk ETF Bitcoin Spot di tahun 2023.

Meskipun keputusan terhadap pengajuan ETF tersebut masih belum dapat dipastikan, optimisme sempat berkembang berkat kemenangan Grayscale GBTC dan terdaftarnya Blackrock iShare di depositori NASDAQ. Hal ini memperbesar optimisme terhadap ETF yang berpotensi menyebabkan pasar kripto terapresiasi.

Merespons optimisme pasar itu, Robby mengatakan bahwa pemangku kepentingan di ekosistem kripto perlu memperkuat aksi untuk mencegah semakin meningkatnya masyarakat Indonesia yang bertransaksi di platform exchange luar negeri yang tidak terdaftar.

Harapannya, persoalan perpajakan ini bisa segera didiskusikan bersama pelaku industri, asosiasi, dan regulator guna berbagi usulan dan mencari solusi yang lebih baik untuk dalam penerapan regulasi yang ideal di ekosistem kripto. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×