Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Awal tahun ini, harga batubara terus menguat hingga ke atas US$ 100 per metrik ton. Penguatan harga batubara ditopang rencana pemangkasan produksi batubara di China pada tahun ini.
Harga batubara di ICE Futures Europe kontrak pengiriman Februari 2018 pada Kamis (18/1) naik 0,24% jadi US$ 106,25 per metrik ton. Dalam sepekan terakhir, harga komoditas ini sudah naik 1,38%.
Harga komoditas energi ini terangkat sentimen positif dari China. Provinsi Shanxi China, yang merupakan produsen utama batubara, bakal memangkas produksi batubara sebanyak 23 juta ton tahun ini. Pada tahun 2016, provinsi tersebut mampu memproduksi 832 juta ton batubara.
Selama lima tahun terakhir, Pemerintah Provinsi Shanxi telah membatalkan 56 izin pertambangan batubara. Alhasil, kapasitas produksi berkurang 51 juta ton per tahun.
Deddy Yusuf Siregar, Analis Asia Tradepoint Futures, mengatakan, pemangkasan produksi batubara mengikuti kampanye nasional untuk mengurangi kapasitas batubara sekitar 500 juta ton selama periode 2016–2020. "Upaya ini juga bertujuan meningkatkan harga batubara global," jelas Deddy kepada KONTAN, Jumat (19/1).
Berdasarkan hal itu, ia menyarankan pelaku pasar terus mencermati upaya peralihan komoditas energi dari batubara ke gas alam yang rendah polusi. Meski begitu, Deddy menyebut permintaan batubara China tetap tinggi, setidaknya hingga 2020.
Dari sisi pasokan, Kamis (18/1) lalu, Biro Statistik Nasional China melaporkan produksi batubara di Desember 2017 naik ke 314,87 juta ton, atau tumbuh 1,1% year on year (yoy). Di sisi lain, impor batubara China juga naik 6,1% yoy menjadi 22,74 juta ton.
Menurut Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono, harga batubara mendaki karena pertumbuhan produksi dan impor China di akhir tahun lalu. Maklum, musim dingin ekstrim menyebabkan permintaan komoditas energi meningkat dan belum terpenuhi dengan pasokan gas alam yang rendah polusi.
Selama ini, Rusia menjadi pengekspor utama gas alam ke China, namun belum memenuhi seluruh kebutuhan. "Gasifikasi di China butuh waktu, ini menjadi celah bagi pasar batubara," kata Wahyu.
Gangguan distribusi
Dari dalam negeri, proses pengiriman batubara dari Kalimantan terkendala karena hujan menganggu jalur distribusi laut. Akibatnya terdapat 100 kapal besar dry-bulk yang menunggu di sepanjang pesisir Kalimantan, terutama di Samarinda dan Taboneo. "Kondisi pasokan tertahan ini bisa sampai tahun baru China," jelas Wahyu.
Alhasil, Wahyu memperkirakan harga batubara acuan (HBA) Indonesia di Januari 2018 ini bisa naik 1,6% ke US$ 95,54 per metrik ton, dibandingkan Desember lalu. Maklum, permintaan batubara Indonesia untuk kawasan Asia, seperti Vietnam, Korea Selatan dan Jepang, masih tinggi.
Secara teknikal, Wahyu melihat, harga batubara rentan mengalami koreksi jangka pendek, karena harga sudah naik tinggi. Hal ini terlihat dari indikator moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200 yang menguat. Tapi, dalam jangka pendek, terdapat potensi overbought pada indikator stochastic 14 hari yang sudah berada di level 90.
Wahyu memperkirakan harga batubara Senin (22/1) terkoreksi dan bergerak di kisaran US$ 105,20–US$ 107 per ton. Sepekan ke depan, harga akan bergerak di kisaran US$ 103–US$ 109 per ton.
Deddy juga melihat potensi koreksi harga batubara. Indikator RSI dan stochastic sudah berada di area overbought, masing-masing di level 72 dan 86. Iniadalah sinyal koreksi kuat. Namun indikator MA masih bergulir di garis atas dan MACD positif.
Deddy memperkirakan harga batubara bergerak di rentang US$ 104,8–US$ 107 per ton sepekan ke depan. Senin ini, harga akan bergerak antara US$ 105,68–US$ 106,80 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News