kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tunggu sinyal China, tembaga ogah melaju


Selasa, 31 Mei 2016 / 20:05 WIB
Tunggu sinyal China, tembaga ogah melaju


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Harga tembaga sulit bangkit menjelang rilis data manufaktur China yang diprediksi masih mengecewakan.

Mengutip Bloomberg, Selasa (31/5) pukul 9.55 waktu Shanghai, harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal exchange tergerus 0,6% ke level US$ 4.667 per ons troi dibanding sehari sebelumnya.

Direktur Utama PT Garuda Berjangka, Ibrahim memaparkan, tembaga tertekan menjelang rilis data manufaktur China yakni Manufacturing PMI dan Caixing Manufacturing PMI bulan Mei pada Kamis (1/6).

Data manufacturing PMI diprediksi turun ke level 50 dari sebelumnya 50,1 sedangkan Caixing Manufacturing PMI diperkirakan turun ke level 49,3 dari sebelumnya 49,4. "Manufaktur China di bawah 50 menunjukkan ekonomi masih melambat. Tembaga kemungkinan akan tertekan sepanjang pekan ini," paparnya.

Tekanan lain datang dari kuatnya spekulasi kenaikan suku bunga The Fed setelah sang Gubernur, Janet Yellen memberi pernyataan bernada hawkish pada akhir pekan lalu. Hal ini akan terus memicu penguatan indeks dollar AS.

Terkait kenaikan suku bunga, pelaku pasar akan mencari pentunjuk dari tenaga tenaga kerja AS yang dirilis pekan ini yakni ADP Non-Farm Employment Change dan Non-Farm Employment Change. Jika penambahan tenaga kerja berada di atas proyeksi, maka potensi kenaikan suku bunga The Fed akan semakin kuat.

Jika The Fed akhirnya menaikkan suku bunga di bulan Juni atau Juli tahun ini, Ibrahim menduga harga tembaga akan tergerus hingga US$ 3.600 per metrik ton hingga akhir tahun ini. Sedangkan jika tidak ada kenaikan suku bunga, maka harga dapat mencapai US$ 5.000 per metrik ton.

Sementara harapan kenaikan permintaan tembaga sepertinya masih sulit tercapai mengingat kondisi ekonomi terutama di China sebagai konsumen terbesar masih terlihat lesu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×