kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tingkat gagal bayar obligasi korporasi berpotensi naik pada semester II 2021


Minggu, 11 Juli 2021 / 13:59 WIB
Tingkat gagal bayar obligasi korporasi berpotensi naik pada semester II 2021
ILUSTRASI. Pajak Obligasi. Tingkat gagal bayar obligasi korporasi berpotensi naik pada semester II 2021


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Sepanjang paruh pertama tahun ini, angka gagal bayar obligasi korporasi trennya cukup beragam. Merujuk data dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), tingkat gagal bayar institusi keuangan bergerak flat di level 0,10%.

Sementara untuk institusi non-keuangan justru naik dari 2,2% pada akhir 2020 menjadi 2,52% pada akhir Juni 2021.

Jika dilihat dari sisi rating, obligasi korporasi dengan rating AAA belum pernah mengalami gagal bayar. Adapun, untuk rating AA mengalami penurunan dari 0,34% menjadi 0,33% pada akhir Juni.

Begitu pun rating BBB yang turun dari 4,65% menjadi 4,51%. Justru rating A yang mengalami kenaikan menjadi 3,1% dari sebelumnya 2,62%.

Baca Juga: Prospek obligasi korporasi pada sisa tahun ini tergantung perkembangan PPKM Darurat

Memasuki paruh kedua tahun ini, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto menilai terdapat potensi tingkat gagal bayar obligasi korporasi mengalami kenaikan kembali.

Salah satu faktor pemicunya adalah kembali diterapkannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

“PPKM Darurat pada akhirnya akan membuat iklim usaha terganggu dan mengurangi daya beli masyarakat. Selain itu, perusahaan-perusahaan juga akan lebih berkonsentrasi untuk menangani Covid-19 di masing-masing tempatnya dahulu, sehingga berpotensi membuat kinerja keuangannya terganggu,” kata Ramdhan kepada Kontan.co.id, Jumat (9/7).

Tak hanya itu, Ramdhan juga melihat ada potensi PPKM Darurat masih akan diperpanjang setelah berakhir pada 20 Juli mendatang. Pasalnya, kasus harian masih tetap tinggi dan penyebarannya jauh lebih merata di berbagai daerah dibanding gelombang pertama silam. Kondisi ini pada akhirnya meningkatkan risiko gagal bayar pada obligasi korporasi. 

Baca Juga: Volatilitas pasar tinggi, reksadana pasar uang dinilai masih menarik untuk dilirik




TERBARU

[X]
×