Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA.Tekanan pasar obligasi memicu merosotnya minat investor dalam lelang surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk. Pada penawaran Selasa (10/3), pemerintah hanya menerima total sebesar Rp 7,63 triliun, lebih rendah dibandingkan rata-rata lelang sebelumnya yang sebesar Rp 11 triliun-Rp 19 triliun.
Dalam lelang kali ini, pemerintah hanya memenangkan tiga seri yang ditawarkan. Yakni, seri SPN-S 11092015 dengan yield rata-rata tertimbang 5,7% dengan tingkat imbalan diskonto. Seri bertenor enam bulan ini dimenangkan Rp 500 miliar, padahal seri ini mengalami penawaran paling banyak mencapai Rp 3,13 triliun.
Kemudian, seri PBS007 ditetapkan dengan yield rata-rata tertimbang 8,1% dan tingkat imbalan 9%. Seri lawas ini dimenangkan Rp 250 miliar dari total penawaran yang masuk Rp 1,85 triliun. Seri PBS008 ditetapkan dengan yield rata-rata tertimbang 6,98% dan tingkat imbalan 7%. Pemerintah memenangkan Rp 1,39 triliun dari total penawaran yang masuk Rp 1,99 triliun.
Adapun penawaran untuk seri PBS006 tidak diserap pemerintah. Total penawaran yang masuk untuk seri ini mencapai Rp 647 miliar. Investor mengajukan penawaran dengan yield terendah yang masuk sekitar 8,12% dan yield tertinggi sekitar 8,5%.
Kendati minim penawaran, namun pemerintah memutuskan untuk menyerap lelang sebesar Rp 2,14 triliun. Nilai tersebut di atas target indikatif yang sebesar Rp 2 triliun.
Analis Sucorinvest Central Gani Ariawan mengatakan tingginya penawaran yield dari investor mengakibatkan pemerintah tidak menyerap seri PBS006. "Yield yang diminta investor lebih tinggi di pasar sekunder," kata Ariawan, Jakarta, Selasa (10/3).
Di sisi lain, banyaknya permintaan di seri SPN-S 11092015 dan PBS008 disebabkan oleh profil investor sukuk yang melirik seri-seri bertenor pendek.
"Dari awal tahun, demand SPN-S dan PBS008 selalu lebih banyak di lelang. Sehingga hal ini mengindikasikan banyaknya permintaan tenor pendek bukan karena pengaruh pasar yang terkoreksi dalam beberapa pekan ini," kata dia.
Dia memperkirakan tekanan pasar obligasi akan berlangsung hingga nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terdepresiasi. Pasar obligasi kembali terangkat bila nilai tukar rupiah turun dari level Rp 13.000 per dollar AS. "Confidence level investor akan mulai meningkat," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News