kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Terkoreksi 4,29% sejak awal tahun, saham-penghuni IDX Value30 ini masih menarik


Selasa, 12 November 2019 / 20:45 WIB
Terkoreksi 4,29% sejak awal tahun, saham-penghuni IDX Value30 ini masih menarik
ILUSTRASI. Ilustrasi saham Bursa Efek Indonesia./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/10/12/2018.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu indeks teranyar yang dirilis Bursa Efek Indonesia, yakni IDX Value30, belum menunjukkan kinerja yang prima. Secara year-to-date (ytd), indeks ini telah terkoreksi sebesar 4,29%. Kinerja ini jauh di bawah kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang hanya terkoreksi 0,22% secara ytd.

Untuk diketahui, IDX Value30 berisi 30 saham yang memiliki valuasi harga yang rendah dengan likuiditas tinggi serta kinerja keuangan yang baik. Konstituen dari saham ini diambil dari Indeks IDX80.

Secara sektoral, emiten ini diisi oleh emiten dari berbagai macam sektor, mulai dari sektor pertambangan, poultry, consumers good, konstruksi, industri dasar, hingga perbankan.

Di sektor pertambangan misalnya, ada PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Indika Energy Tbk (INDY), dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).

Baca Juga: Kisi Asset Management gunakan IDX Value 30 pada produk reksadana ETF perdana

Di sektor perbankan, ada saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN).

Sementara saham PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) mewakili sektor industri dasar.

Presiden Direktur CSA Institute Aria Santoso menilai, pergerakan Indeks IDX Value30 tidak terlepas dari sentimen-sentimen sektoral terutama emiten yang bergerak di sektor tambang batubara, konstruksi, dan perbankan. Ketiga sektor inilah yang mendominasi konstituen indeks IDX Value30.

Misalkan saja saham emiten batubara yang tertekan anjloknya harga komoditas batubara sejak awal tahun hingga saat ini.

Tak ayal, melemahnya harga batubara juga berdampak pada melemahnya kinerja emiten batubara, sebut saja PTBA yang labanya tergerus 21,08% sepanjang kuartal III 2019 menjadi Rp 3,10 triliun.

Baca Juga: Saat IDX30 cuma naik 1,78%, saham ini mampu tumbuh 10%

Beda nasib, INDY justru harus menanggung kerugian sebesar US$ 8,6 juta. Padahal, pada kuartal III 2018 INDY masih meraup laba bersih sebesar US$ 112,2 juta.

Pun begitu dengan emiten konstruksi yang mengalami perlambatan realisasi proyek. Kontan.co.id mencatat, realisasi kontrak beberapa emiten konstruksi masih di bawah 50% hingga kuartal III 2019.

Sebut saja PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), yang baru mencatat nilai kontrak senilai Rp 25,7 triliun atau 41,69% dari target tahun ini sebesar Rp 61,74 triliun.

Namun, beberapa emiten di sektor lain mengalami pertumbuhan yang positif. Akan tetapi belum mampu mendominasi bobot IDX Value30.

Misalkan saja PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang laba bersihnya melesat hingga 25% menjadi Rp 3,53 triliun.

“Oleh karena alasan-alasan inilah maka performa indeks ini masih belum berhasil mengalahkan IHSG,” ujar Aria kepada Kontan.co.id, Selasa (12/11).

Di sisi lain, Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menilai, pelemahan Indeks IDX Value30 tidak terlepas dari tekanan pasar. Alfred mengatakan, pada akhir 2018 pasar berekspektasi bahwa pertumbuhan indeks akan cukup apik.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu pasar modal tanah air didera sentimen-sentimen domestik maupun global, mulai dari sentimen politik seperti Pemilu hingga perang dagang Amerika Serikat – China.

Baca Juga: BEI akan meluncurkan tiga indeks baru di 2020

Tekanan inilah yang kemudian tidak hanya melemahkan pergerakan IHSG, tetapi juga indeks-indeks lainnya termasuk IDX Value30.

Meski demikian, bukan berarti saham-saham penghuni IDX Value30 tidak menarik untuk dicermati.

“Kalau IDX Value30 sudah bisa dipastikan bahwa karakteristinya memiliki nilai instrinsik yang tinggi atau sahamnya masih murah dengan fundamental yang bagus, tentunya masing-masing emiten memiliki prospek,” ujar Alfred, Selasa (12/11).

Alfred merekomendasikan saham WIKA dan BBNI. Selain itu, ia merekomendasikan saham SRIL sebab memiliki valuasi yang cukup murah dan pertumbuhan industri tekstil yang cukup bagus dalam tiga tahun ke belakang.

Bahkan, pada kuartal III 2019 pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi mencapai 15,08% atau melebihi pertumbuhan ekonomi nasional yang mandek di level 5,02%.

Di sisi lain, Aria mengatakan emiten sektor perbankan dan konstruksi memiliki prospek yang cukup baik hingga akhir tahun. Pun begitu dengan saham sektor basic industry yakni INKP yang diprediksi memiliki prospek cerah hingga akhir 2019.

Baca Juga: Sempat Diramal Melemah, IHSG Bangkit di Akhir Sesi II dengan Sokongan 10 Saham Ini

Ia pun merekomendasikan untuk buy on weakness saham WIKA, WSBP, INKP, PTBA, ELSA, dan PTPP. “Dengan target kenaikan hingga akhir tahun di kisaran 15% dari harga terendah di bulan November,” tutup Aria.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×