kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.684.000   -8.000   -0,47%
  • USD/IDR 16.402   2,00   0,01%
  • IDX 6.646   113,79   1,74%
  • KOMPAS100 990   21,69   2,24%
  • LQ45 776   14,22   1,87%
  • ISSI 203   3,92   1,97%
  • IDX30 401   6,72   1,70%
  • IDXHIDIV20 483   8,87   1,87%
  • IDX80 112   2,06   1,87%
  • IDXV30 117   1,19   1,03%
  • IDXQ30 133   2,24   1,72%

Tarif Impor Baja dan Aluminium AS Naik 25% Berpotensi Kerek Harga Logam Industri


Rabu, 12 Februari 2025 / 18:26 WIB
Tarif Impor Baja dan Aluminium AS Naik 25% Berpotensi Kerek Harga Logam Industri
ILUSTRASI. Kebijakan tarif Trump pada impor baja dan aluminium dapat mengerek harga logam industri. Tarif yang lebih tinggi memicu kekhawatiran pasokan logam. REUTERS/Stringer 


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan tarif Trump pada impor baja dan aluminium dapat mengerek harga logam industri. Tarif yang lebih tinggi dapat menciptakan kekhawatiran pasokan logam.

Seperti diketahui, Donald Trump mengumumkan telah menandatangai perintah eksekutif terkait kenaikan tarif impor baja dan aluminium sebesar 25% dari sebelumnya 10%, pada Senin (10/2). Kebijakan tersebut dijadwalkan efektif berlaku mulai 12 Maret 2025.

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, kenaikan tarif impor AS untuk produk baja dan aluminium tersebut dapat berdampak signifikan pada harga logam industri, terutama aluminium.

Baca Juga: Rencana Filipina Larang Ekspor Bijih Nikel Bakal Dongkrak Harga Meski Tak Signifikan

Tarif tinggi akan meningkatkan biaya impor baja dan aluminium, yang menyebabkan harga logam ini menjadi lebih tinggi di pasar AS. 

Selain itu, tarif yang dikerek lebih tinggi dapat menciptakan ketidakpastian dan volatilitas di pasar karena bisnis menyesuaikan diri dengan struktur biaya yang baru.

Sutopo menuturkan, Amerika Serikat (AS) sangat bergantung pada impor untuk konsumsi aluminiumnya, dengan hampir setengah dari kebutuhan aluminium dipenuhi melalui impor. 

Tarif memang dimaksudkan untuk meningkatkan produksi dalam negeri mereka, namun mungkin perlu waktu bagi produsen AS untuk menggenjot kapasitas.

Kenaikan tarif impor tersebut bertujuan untuk mendorong produksi aluminium dalam negeri. Namun, efektivitas strategi ini tidak pasti, karena tarif sebelumnya tidak secara signifikan meningkatkan produksi aluminium AS.

Jika nantinya produksi dalam negeri AS meningkat secara signifikan, hal itu dapat membantu menstabilkan harga logam dalam jangka panjang. Namun, dalam jangka pendek, harga logam mungkin bakal lebih tinggi karena gangguan pasokan dan peningkatan biaya.

"Tarif 25% dapat mengganggu rantai pasokan dan menciptakan kekurangan pasokan, yang menyebabkan harga menjadi lebih tinggi," jelas Sutopo kepada Kontan.co.id, Rabu (12/2).

Sutopo menambahkan, peningkatan tarif impor baja dan aluminium ini dapat secara tidak langsung memengaruhi harga logam industri lainnya seperti tembaga dan timah. 

Tarif yang lebih tinggi dapat menyebabkan peningkatan biaya produksi untuk industri yang menggunakan logam ini, sehingga harga berpotensi naik.

Baca Juga: Uni Eropa Beri Peringatan: Tarif Trump akan Dibalas dengan Tindakan Tegas

Selain itu, ketidakpastian dan volatilitas pasar yang disebabkan oleh tarif Trump untuk baja dan aluminium dapat mempengaruhi sentimen investor dan menyebabkan fluktuasi harga.

Di sisi lain, China adalah konsumen logam industri terbesar di dunia, termasuk tembaga dan timah. Perang dagang AS – China dapat mengganggu rantai pasokan global dan arus perdagangan, yang menyebabkan perubahan permintaan dan harga logam ini.

"Perang dagang dapat menciptakan ketidakpastian dan volatilitas di pasar, yang memengaruhi harga logam industri. Investor dapat bereaksi terhadap ketegangan geopolitik dengan menyesuaikan posisi mereka, yang menyebabkan fluktuasi harga," kata Sutopo.

Rencana AS untuk mengenakan tarif terhadap Meksiko dan Kanada sebesar 25% mulai bulan depan juga dapat mengganggu rantai pasokan logam industri. 

Sebab, kedua negara tersebut merupakan pemasok utama logam seperti baja dan aluminium ke AS.

Tarif yang dipatok lebih tinggi dapat menyebabkan biaya produksi kian mahal dan kekurangan pasokan, yang akhirnya bisa mempengaruhi harga. Hal ini dapat mempengaruhi industri yang bergantung pada logam industri seperti otomotif dan konstruksi.

Berdasarkan data Trading Economics, Rabu (12/2) pukul 17.50 WIB, harga aluminium bertengger di US$ 2.621 per ton. Lalu timah di US$ 31.145 per ton dan tembaga pada level US$ 4.588 per ton. Harga aluminium koreksi tipis 0,25% secara mingguan, sedangkan harga timah dan tembaga masing-masing naik 4,08% dan 3,51%.

Sementara itu, Analis Doo Financial Futures Lukman Leong mencermati, kenaikan tarif baja dan aluminium berpotensi menurunkan harga dan permintaan khususnya dari pasar AS yang sebagian besar total konsumsi aluminium berasal dari impor. 

Situasi ini bisa memicu aluminium yang tidak terjual ke AS akan membanjiri pasar global dan menekan harga.

"Dengan tarif yang besar, importir di AS juga akan meminta harga yang lebih murah. Jadi secara keselurhan tarif ini akan cenderung menekan harga," imbuh Lukman kepada Kontan.co.id, Rabu (12/2).

Lukman berujar, perang dagang yang dimulai AS tentunya sudah pasti akan menurunkan permintaan. Bukan hanya China-AS, sekarang Eropa, Kanada dan Meksiko pun sangat berpotensi melakukan retaliasi atau tindakan balasan.

Menurut dia, kebijakan tarif impor baja dan aluminium ini akan saling berkorelasi sesama logam industri karna kebijakan 25% ini bersifat universal. Selain itu, ke depannya juga ada kemungkinan tarif bisa dikenakan pada logam lain.

Lukman memproyeksi, harga aluminium akan berada di posisi US$ 2.400 per ton, tembaga di posisi US$ 9.000 per ton, timah di posisi US$ 28.000 per ton untuk rata-rata tahun 2025. Proyeksi harga ini dengan asumsi tidak ada gangguan produksi, kebijakan larangan ekspor atau produksi.

Sedangkan Sutopo memperkirkan harga aluminium akan diperdagangkan di level US$ 2.776 per ton dalam jangka panjang. Sedangkan, tembaga dan timah diproyeksi berada di posisi US$ 4.5800 per ton dan US$ 30.940 ton untuk jangka panjang.

Selanjutnya: Cuaca Besok di Bali, Denpasar Diguyur Hujan Mulai Siang

Menarik Dibaca: Cuaca Besok di Bali, Denpasar Diguyur Hujan Mulai Siang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×