kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.667.000   5.000   0,30%
  • USD/IDR 16.350   -70,00   -0,43%
  • IDX 6.648   -94,43   -1,40%
  • KOMPAS100 985   -10,71   -1,08%
  • LQ45 773   -11,62   -1,48%
  • ISSI 203   -1,54   -0,76%
  • IDX30 399   -7,38   -1,81%
  • IDXHIDIV20 478   -11,28   -2,30%
  • IDX80 112   -1,62   -1,42%
  • IDXV30 117   -1,24   -1,05%
  • IDXQ30 132   -2,70   -2,00%

Tarif Dagang AS Segera Berlaku, Begini Nasib Emiten Baja di Tahun Ini


Senin, 10 Februari 2025 / 20:07 WIB
Tarif Dagang AS Segera Berlaku, Begini Nasib Emiten Baja di Tahun Ini
ILUSTRASI. Kinerja emiten baja diproyeksikan semakin babak belur di tahun 2025 akibat diberlakukannya tarif perdagangan Amerika Serikat (AS).KONTAN/Baihaki/1/11/2010


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten baja diproyeksikan semakin babak belur di tahun 2025 akibat diberlakukannya tarif perdagangan Amerika Serikat (AS).

Asal tahu saja, Presiden AS Donald Trump dijadwalkan untuk mengumumkan tarif baru sebesar 25% untuk semua impor baja dan aluminium ke AS pada Senin (10/2). 

Harga baja global pun terpantau mengkhawatirkan. Melansir Trading Economics, harga baja saat ini ada di level CNY 824 per ton. Angka itu turun 0,91% sejak awal tahun alias year to date (YTD) dan terkoreksi 15,92% dalam setahun terakhir.

Sementara, harga baja HRC saat ini ada di level US$ 750,05 per ton. Angka itu turun 5,65% dalam setahun terakhir, namun naik 5,79% YTD.

Baca Juga: Harga Emas Melaju Usai Pengumuman Tarif Impor Baja & Alumunium, Masih akan Berlanjut?

PT PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP) mengakui bahwa terkoreksinya harga baja lantaran industri baja di hulu memang sudah sejak lama dilanda masalah oversupply.

Meskipun begitu, baja dari China sudah sejak lama tidak masuk ke AS. Alhasil, kebijakan tersebut tidak akan signifikan pengaruhnya terhadap kinerja ISSP.

“Apalagi, porsi ekspor ISSP hanya 5%-7%,” ujar Corporate Secretary & Investor Relations ISSP, Johannes Edward, kepada Kontan, Senin (10/2).

Johannes mengatakan, saat ini harga acuan domestik ISSP mengikuti harga China HRC. Rata-rata harga jual alias average selling price (ASP) ISSP sekarang ada di kisaran Rp 15.000 – Rp 30.000 per kilogram. 

Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta melihat, tarif impor baja AS akan memengaruhi secara negatif kinerja emiten baja di Bursa Efek Indonesia (BEI), khususnya untuk segmen ekspor.

Mau tidak mau, emiten baja pun harus meningkatkan kinerja penjualan di pasar domestik. Salah satu sentimen pendorong penjualan baja di pasar domestik adalah pembangunan infrastuktur yang masih dilanjutkan oleh pemerintah, terlepas dari adanya efisiensi anggaran.

“Meskipun bukan prioritas, pembangunan infrastruktur masih berlanjut. Setidaknya, masih ada peran swasta juga dalam pelaksanaan pembangunan nasional,” ujarnya kepada Kontan, Senin (10/2).

Baca Juga: Trump: Tarif Timbal Balik AS Akan Disesuaikan dengan Tarif Negara Lain

Untuk meningkatkan kinerjanya, emiten baja bisa memasang strategi penjualan baja ke negara yang memiliki hubungan diplomasi ekonomi dengan Indonesia yang lebih erat.

“Mungkin, seperti ke India dan negara-negara di ASEAN,” ungkapnya.

Sentimen negatif di industri baja juga memengaruhi pergerakan saham para emiten. Tengok saja, saham ISSP turun 6,72% YTD dan terkoreksi 10,07% dalam enam bulan terakhir.

Saham PT Gunung Raja Paksi Tbk (GGRP) bahkan menyandang tato X saat ini. Harga sahamnya turun 27,07% YTD dan amblas 67,93% dalam enam bulan terakhir.

Sementara, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) masih berhasil mencatatkan kenaikan harga saham 4,95% YTD dan naik 6% dalam enam bulan terakhir.

Masih kurangnya sentimen positif di industri baja membuat Nafan belum memberikan rekomendasi untuk saham emiten baja.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer melihat, tarif impor baja AS sebesar 25% berpotensi memberikan tekanan negatif bagi emiten baja yang memiliki eksposur ekspor ke Negeri Paman Sam.

Alhasil, kondisi itu mengurangi daya saing mereka akibat kenaikan harga,” ujarnya kepada Kontan, Senin (10/2).

Di tahun 2025, prospek industri baja masih dibayangi oleh volatilitas harga global, pelemahan permintaan, dan biaya bahan baku yang fluktuatif.

Sentimen positif dapat datang dari peningkatan proyek infrastruktur dalam negeri dan kebijakan proteksi pemerintah terhadap dumping baja impor.

Dari sisi valuasi, harga saham emiten baja saat ini tampaknya masih mencerminkan tekanan yang dihadapi industri.

“Namun, jika ada pemulihan permintaan dan stabilisasi harga baja global, kinerja emiten baja dapat membaik ke depan,” tuturnya. 

Miftahul pun masih cenderung wait and see untuk emiten sektor baja.

Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana melihat, pergerakan saham ISSP ada di level support Rp 246 per saham dan resistance Rp 254 per saham. Rekomendasi wait and see juga disematkan Herditya untuk ISSP.

Selanjutnya: Bank Besar Catatkan Pertumbuhan Fee Based Income pada 2024, Cermati Penopangnya

Menarik Dibaca: Finansial Gen Z Rentan Masalah Keuangan, Ini Solusi Meningkatkan Literasi!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×