Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang semester I 2024, emiten baja masih menghadapi tekanan dalam kinerja keuangannya.
PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP) misalnya, masih mencatatkan penurunan pendapatan. ISSP membukukan pendapatan Rp 2,79 triliun, turun 9,7% jika dibandingkan pendapatan periode sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 3,09 triliun.
Meski pendapatan turun, emiten manufaktur khusus produksi pipa dan pelat ini berhasil meningkatkan laba yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk sebesar 3,13% secara tahunan menjadi Rp 209,58 miliar jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang senilai Rp 203,21 miliar.
Corporate Secretary Steel Pipe Industry of Indonesia Johannes W. Edward mengatakan, penurunan pendapatan disebabkan terutama karena adanya penurunan volume di kuartal I yang terkait dengan penurunan harga baja dunia.
Baca Juga: Hadapi Kebijakan Anti Karbon, Begini Strategi Emiten Baja
Melansir Trading Economics, harga baja saat ini ada di level CNY 2.825 per ton. Ini turun 21,09% secara tahunan dan terkoreksi 14,37% dalam sebulan.
Namun, penurunan harga baja ini memungkinkan ISSP melakukan average down yang lebih baik pada cost of good sold (COGS), sehingga mampu mencatatkan kenaikan laba di saat yang bersamaan.
“Untuk average selling price (ASP) baja ISSP di tahun 2024, harus disesuaikan dengan pergerakan harga baja dunia,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (14/8).
Di sisi lain, ada wacana perpanjangan bea masuk anti dumping terhadap produk baja yang diterapkan Pemerintah China serta beberapa kebijakan pengetatan impor dari negara lain.
Johannes mengungkapkan, wacana tersebut belum berdampak signifikan ke kinerja ISSP, karena ekspor perseroan baru mencapai 5%-6% dari total penjualan.
Baca Juga: Steel Pipe (ISSP) Terbitkan Obligasi Senilai Rp 1 Triliun
Sampai akhir 2024, ISSP masih menargetkan kenaikan volume sebesar 10% dari penjualan tahun lalu. Target untuk kenaikan laba di tahun 2024 juga dalam besaran yang sama, yaitu 10%.
“Untuk target ekspor, ISSP masih menetapkan pada kisaran 10% dari total penjualan keseluruhan. Namun, tentunya masih harus melihat kondisi ekonomi dan perdagangan global,” paparnya.
Sementara itu, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) mencatatkan penurunan pendapatan dan menderita rugi. KRAS mencatatkan pendapatan usaha sebesar US$ 444,67 juta di semester I, turun 54,83% secara tahunan alias year on year (yoy). Rugi KRAS juga naik 73,92% yoy ke US$ 64,15 juta.
Kenaikan rugi KRAS disebabkan oleh masih tingginya beban keuangan yang harus ditanggung, yaitu sebesar US$ 61,93 juta.
Kinerja sampai semester I 2024 masih belum baik seiring dengan belum optimalnya kinerja dari segmen baja akibat dari kondisi pasar baja global yang masih sangat volatil. Hal itu disebabkan oleh pelemahan permintaan baja di China, sehingga China gencar melakukan ekspor baja.
“Selain itu, belum beroperasinya fasilitas pabrik Hot Strip Mill 1 akibat force majeure sejak Mei 2023 juga menyulitkan peningkatan kinerja perseroan,” ujar Direktur Utama KRAS, Purwono Widodo, dalam keterbukaan informasi.