Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fluktuasi harga baja global diperkirakan masih akan menekan kinerja emiten baja di tahun 2025.
Melansir Trading Economics, harga baja tercatat saat ini ada di level CNY 3.311 per ton. Angka itu naik 2,51% dalam sebulan terakhir, tetapi masih turun 14,58% setahun terakhir.
Sementara, harga baja HRC saat ini ada di level US$ 694,04 per ton. Angka itu turun 4,01% dalam sebulan terakhir dan terjun 26,09% dalam setahun terakhir.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer melihat, pelemahan kinerja emiten baja sudah terjadi di sepanjang tahun 2024.
“Kinerja yang kurang performatif itu diakibatkan oleh lesunya industri baja domestik dan global, termasuk dampak dari perlambatan ekonomi China sebagai konsumen baja terbesar di dunia,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (17/1).
Baca Juga: IHSG Dibuka Melaju Tembus Level 7.200 pada Perdagangan Selasa (21/1)
Pada tahun 2025, prospek emiten baja tetap menantang, namun memiliki peluang perbaikan. Sentimen positif di tahun ini berasal dari peningkatan permintaan dari proyek infrastruktur domestik, dukungan kebijakan pemerintah terhadap industri baja lokal, dan stabilisasi harga baja global jika ekonomi membaik.
Namun, tekanan dari harga baja yang fluktuatif, impor baja murah, dan tingginya biaya operasional tetap menjadi tantangan utama.
Di sisi lain, kinerja saham emiten baja juga masih menunjukkan kinerja saham yang volatil. Misalnya saja PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), sahamnya turun seiring tekanan akibat kerugian dan restrukturisasi yang sedang berlangsung.
Melansir RTI, saham KRAS turun 19,73% dalam setahun terakhir. Senasib, saham PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP) juga turun 7,59% dalam setahun terakhir
“Tapi, tetap ada peluang membaik jika proyek infrastruktur dan kebijakan proteksi pemerintah efektif mendorong pemulihan industri baja domestik di tahun ini,” paparnya.
Alhasil, Miftahul masih menyarankan investor wait and see terlebih dulu untuk emiten baja domestik.
Direktur Reliance Sekuritas Indonesia, Reza Priyambada mengatakan, fluktuasi harga komoditas terkait dengan permintaan atas produk tersebut di pasar spot internasional.
Kondisi global yang belum begitu baik membuat pergerakan di industri manufaktur tertahan, sehingga permintaan akan bahan baja mengalami penurunan.
“Ini tentu saja akan mempengaruhi kinerja emiten produsen baja,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (19/1).
Di tahun 2025, masih ada sejumlah sentimen negatif yang akan memengaruhi kinerja emiten baja adalah ketegangan tensi geopolitik dan ancaman perang tarif.
“Oleh karena itu, emiten baja harus bisa menjaga kontrak yang ada untuk tetap berjalan. Bahkan, bisa agar kontrak yang ada diperpanjang untuk menjaga hubungan kerja dengan konsumen,” ungkapnya.
Menurut Reza, kinerja saham emiten baja saat ini masih memiliki price to earning ratio (PER) yang rendah dan memiliki potensi kenaikan harga. Namun, kenaikan harga saham baru akan terjadi jika ada sentimen positif yang mendukung.
“Pilihan saham-saham baja dengan PER yang masih rendah dan menarik untuk dilirik adalah PT Gunung Raja Praksi Tbk (GGRP), ISSP, dan PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST),” paparnya.
Baca Juga: Menakar Prospek Emiten Semen Pasca BI Turunkan Suku Bunga, Akankah jadi Angin Segar?
Selanjutnya: Vladimir Putin Siap Berdialog dengan Donald Trump Mengenai Perang Ukraina
Menarik Dibaca: Ini Kata Robert Kiyosaki soal Trump Coin
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News