Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Meski begitu, Desmon memproyeksikan tawaran surat utang AS yang bertambah tidak akan langsung membuat capital outflow di pasar obligasi pemerintah. Penyebabnya, pada dasarnya Desmon melihat para pelaku pasar cenderung wait and see.
Head of Economics Research Pefindo Fikri C. Permana mengatakan yield US Treasury maupun obligasi pemerintah tidak akan langsung naik karena pada dasarnya tergantung supply dan demand. Perlu diingat, posisi US Treasury atau dolar AS di perekonomian global terkadang juga merupakan aset safe haven sekaligus global benchmark.
Skenario keluarnya asing di pasar SBN tentu bisa saja terjadi. Namun, perlu diingat kembali faktor fundamental. Terlebih spread yield US Treasury dengan Surat Utang Negara (SUN) masih di atas 700 basis poin. "Spread tersebut masih sangat menarik," kata Fikri.
Baca Juga: Sri Mulyani: BI perlu masuk ke pasar perdana SBN hingga Rp 242 triliun
Desmon memproyeksikan dalam jangka pendek yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor acuan 10 tahun berpotensi meningkat. Namun, faktor utama kenaikan yield bukan hanya berasal dari meningkatnya suplai surat utang AS. Melainkan, keputusan pelaku pasar juga dipengaruhi oleh data ekonomi.
Tapi, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia anjlok ke 2,97% untuk kuartal pertama 2020. Belum lagi, kuat diprediksikan perlambatan pertumbuhan PDB berlanjut ke kuartal II-2020.
Fikri menambahkan, mengukur risk appetite investor di tengah ketidakpastian ekonomi memang sulit. Oleh karena itu, kemungkinan capital outflow serta pergerakan rupiah masih sulit diprediksi.
Baca Juga: Pandemi covid-19 tidak menghalangi investor asing buru global bond BUMN
Desmon memproyeksikan yield SUN berpotensi stabil dalam jangka waktu dekat. Sementara, di kuartal keempat yield baru berpotensi turun ke 7,2%-7,5%. Begitu pun dengan nilai tukar rupiah diproyeksikan stabil atas intervensi BI di pasar keuangan dan pasar primer obligasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News