Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Nilai tukar rupiah semakin terpuruk di hadapan dollar Amerika Serikat (AS). Mengacu data Bloomberg, Rabu (16/9) di pasar spot rupiah menyentuh level Rp 14.459 per dollar AS atau melemah 0,35% dari sebelumnya Rp 14.408 per dollar AS.
"Rupiah kembali mengalami tekanan menyusul belum terlihatnya perbaikan ekonomi domestik serta kenaikan suku bunga the Fed yang belum pasti," ujar Vice President Research and Analysis Valbury Asia Securities Nico Omer Jonckheere.
Menurut dia, ekonomi domestik pada semester kedua 2015 tidak akan jauh berbeda dengan periode sebelumnya menyusul kerja pemerintah Indonesia yang masih cenderung lambat. "Mungkin pada 2016 mendatang, ekonomi Indonesia baru akan mulai tumbuh," katanya.
Dari eksternal, lanjut dia, jika suku bunga Amerika Serikat naik pada September ini, diharapkan ada stimulus baru yang dikeluarkan oleh otoritas moneter AS salah satunya dengan kembali meluncurkan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE) untuk menjaga likuiditas pasar.
"Kalau misalnya the Fed menaikkan suku bunga dan tidak diikuti dengan QE, akibatnya aset di negara berkembang akan terperosok dalam, karena likuiditasnya mengering di seluruh dunia," katanya.
Sementara itu, Pengamat Pasar Uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova mengatakan bahwa faktor utama rupiah kembali mengalami tekanan masih dipicu dari ketidakpastian kenaikan suku bunga the Fed. Diharapkan keputusan the Fed tidak seperti pada rapat-rapat sebelumnya yang simpang siur.
"Jika the Fed menaikkan suku bunganya maka potensi rupiah melemah ke level Rp15.000 per dollar AS cukup terbuka, namun koreksi itu hanya bersifat sementara karena fundamental ekonomi Indonesia masih prospektif," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Rabu (16/9) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp 14.442 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 14.371 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News