Reporter: Aris Nurjani | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed), kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 0,25% atau 25 basis poin pada Rabu (22/3). Dengan demikian, suku bunga berada di 4,75%-5%. Kenaikan ini merupakan yang kesembilan kalinya yang dilakukan The Fed dalam menurunkan Inflasi.
Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menilai, kenaikan suku bunga acuan sebesar 0,25% atau 25 basis poin sudah diprediksikan oleh banyak pihak untuk mencapai target inflasi dari The Fed.
"Inflasi di AS sudah mulai turun signifikan dari inflasi tertinggi di AS sebelumnya yang sekitar 9%, tetapi inflasi ini masih cukup tinggi dibandingkan target inflasi dari The Fed," kata Teguh kepada Kontan.co.id, Kamis (23/3).
Persoalannya akan lain jika The Fed tidak menaikkan suku bunga sehingga inflasi terus melaju. Dalam jangka panjang hal ini bisa menjadi hal yang buruk untuk perekonomian AS dan seluruh dunia.
Baca Juga: Bursa Australia Tergelincir, The Fed Beri Sinyal Beberapa Kenaikan Suku Bunga Lagi
Kondisi pasar keuangan masih akan netral stelah kenaikan suku bunga terbaru The Fed. Memang, ada pengaruh ke pasar tetapi tidak akan terlalu signifikan.
Teguh mengatakan IHSG masih akan sideways. Dia memperkirakan IHSG tidak akan mengalami penurunan lebih dalam lagi dan diharapkan inflasi AS akan turun di kisaran 5% hingga 4%.
Menurut Teguh penurunan IHSG sebelumnya lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal dibandingkan faktor domestik. Kenaikan suku bunga agresif oleh The Fed telah memicu runtuhnya Silicon Valley Bank (SVB) sehingga menciptakan dampak sistemik di industri perbankan.
"IHSG masih akan sideways di kisaran 6.600-6.700 dalam waktu dekat dan membutuhkan waktu untuk naik, asalkan tidak ada lagi kepanikan seperti SVB, dan Credit Suisse yang akhirnya berdampak ke pasar saham indonesia," ujar Teguh.
Proyeksi Teguh, IHSG di semester pertama 2023 akan berada di level 6.900-7.000. Sedangkan hingga akhir tahun 2023, IHSG berada di level 7.000-7.400.
Baca Juga: Dana Asing di Pasar SBN Terus Mengalir Pasca Kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB)
Adapun, kekhawatiran selanjutnya berasal dari kebijakan suku bunga yang agresif sehingga bank-bank AS yang bermasalah akan ikut bangkrut seperti SVB. Tetapi Teguh mengatakan jika tidak ada kejadian yang menimbulkan kepanikan seperti SVB dalam waktu dua minggu, pasar tidak akan memperhatikan kenaikan suku bunga dan sektor perbankan dapat kembali pulih.
"Kebangkrutan SVB karena kenaikan suku bunga dan bisa saja bank yang bermasalah di AS masih tertekan dan dikhawatirkan akan ikut bangkrut," ujar dia.
Di sisi lain, Teguh mengatakan investor dapat hold dengan kondisi saat ini lantaran penurunan pasar saham Indonesia tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan pasar saham AS. Selain itu, sektor perbankan Indonesia masih cukup sehat dan pemulihan IHSG masih perlu waktu sekitar seminggu atau paling lama dua bulan untuk akhirnya kembali pulih.
Salah satu sentimen pemberat indeks masih datang dari kekhawatiran pasar terhadap inflasi dan perekonomian global terkait pengetatan kebijakan moneter di negara masing-masing, khususnya kebijakan The Fed.
Baca Juga: Fluktuasi IHSG Diramal Hanya Sementara, Investor Masih Bisa Cuan di Pasar Saham
Teguh mengatakan kebangkrutan SVB dan kenaikan suku bunga menciptakan adanya pelarian investasi dana asing ke pasar Indonesia.
"Dana asing akan tetap masuk dan akan lebih memilih investasi di Indonesia karena masalah perbankan hanya terjadi di AS dan Eropa. Walaupun jika ikut terseret malah opportunity bagi investor asing buat belanja," ujar dia.
Sementara, Senior Vice President, Head of Retail, Product Research & Distribution Divion Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi Riawan mengatakan, kondisi pasar saat ini volatile. Investor asing menjadi sangat agresif kepada penjualan atau pembelian pada IHSG.
"Kemungkinan penguatan pada IHSG hanya penguatan terbatas dan masih tergantung pada sentimen positif market yang ada," kata Reza.
Reza mengatakan The Fed masih akan menaikkan suku bunga hingga inflasi dapat diatasi, maka dari itu The Fed masih menaikkan suku bunga karena terdapat gap 2% untuk inflasi dapat diturunkan sesuai ekspektasi. Sehingga akan mempengaruhi minat para investor ke market dan memilih untuk berinvestasi pada safe haven asset untuk saat ini.
Baca Juga: Ekonomi Dunia Dihantui Resesi, Saham-Saham di Sektor Ini Jadi Pilihan Analis
Menurut Reza kenaikan suku bunga dampaknya kurang baik terhadap IHSG, namun masih ada beberapa faktor penguat seperti pembagian dividen sehingga dapat menarik investor asing maupun domestik, juga harga komoditas di Indonesia.
Adapun, kecemasan masih pada market global seperti masih menunggunya kebijakan pemerintah AS terhadap SVB dan kenaikan suku bunga lanjutan dari The Fed jika inflasi belum juga bisa mereda.
Di sisi lain, dana asing sejauh ini masih akan masuk ke Indonesia, namun banyak juga yang melakukan jual. Lantaran para investor asing pindah pada instrumen safe haven asset. Untuk para investor domestik, baiknya bisa melakukan dollar avengement down disaat market koreksi untuk memaksimalkan hasil investasi.
Baca Juga: Cari Dividen Tinggi? Simak Rekomendasi Saham Jagoan Analis Berikut
Reza memperkirakan IHSG masih menguji resistance pada 6.700 untuk dapat tembus melaju penguatan pada 6.800-6.900. Untuk akhir tahun target IHSG diproyeksikan bisa ke 7.400 hingga 7.700.
Reza mengatakan untuk sektor saham bisa dicermati sektor perbankan dan consumer goods. Karena biasanya pada bulan Ramadan banyak investor domestik mengoleksi beberapa saham dalam sektor tersebut.
Sementara, Teguh merekomendasikan sektor perbankan yang dapat dilirik oleh investor di tengah kondisi saat ini lantaran fundamental perbankan Indonesia masih cukup solid.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News