Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun ini hingga Senin (21/10), ada 41 perusahaan yang telah melaksanakan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO). Mayoritas saham perusahaan-perusahaan tersebut (31 emiten) mengalami kenaikan dengan persentase yang beragam.
Kenaikan tertinggi dialami oleh PT Citra Putra Realty Tbk (CLAY). Harga saham perusahaan yang IPO pada 18 Januari 2019 dengan harga Rp 180 per saham kini telah naik 2.692% menjadi Rp 5.025 per saham.
Baca Juga: Bakal melantai di bursa, Tokopedia buka peluang investor ritel jadi pemegang saham
Posisi selanjutnya ditempati oleh PT Gaya Abadi Sempurna Tbk (SLIS), produsen kendaraan listrik yang baru IPO pada 7 Oktober 2019. Saham SLIS naik 1.230%, dari harga IPO Rp 115 per saham menjadi Rp 1.530 per saham.
Sementara sisanya menunjukkan penurunan saham dengan persentase yang beragam mulai dari 2% hingga 67%.
Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, pergerakan harga saham saat ini yang naik signifikan justru mencerminkan tingginya risiko investasi. "Rawan profit taking dan suspensi perdagangan kalau naiknya kelewat liar," ucap William saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (21/10).
Secara umum, ia melihat emiten-emiten yang IPO tahun ini menunjukkan pergerakan yang variatif. Menurut dia, pergerakan harga saham ini juga tergantung dari rekam jejak underwriter IPO perusahaan tersebut, apakah emiten yang melaksanakan IPO di bawah underwriter tersebut selama ini mencatatkan kinerja yang bagus atau tidak.
Baca Juga: Ini rencana Tokopedia sebelum melakukan dual listing
Sementara itu, untuk menilai kelayakan investasi. pelaku pasar perlu menelaah kembali kinerja keuangan dan prospek bisnisnya. Menurut dia sektor teknologi, jasa, dan investasi adalah yang memiliki prospek bagus.
"Arah industri ke digital semua ke depannya dan akan banyak melibatkan emiten-emiten ini," kata dia.
Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilanus Nico Demus mengatakan, emiten-emiten yang baru IPO dan harga saham-nya naik signifikan perlu diperhitungkan kembali, sampai kapan kenaikan harga saham tersebut dapat bertahan.
Pasalnya, menurut dia, untuk melihat prospek bisnis jangka panjang, emiten perlu memperhitungkan sektor bisnis serta kapitalisasi pasar perusahaan tersebut. Investor juga perlu menyandingkannya dengan visi bisnis pemerintah dan global.
Baca Juga: Bidik dana segar Rp 195 miliar, Putra Rajawali Kencana akan IPO akhir tahun
"Kalau sektor bisnis sesuai dengan pipeline pemerintah otomatis bisnisnya akan tumbuh," kata dia. Terlebih lagi, emiten-emiten yang baru IPO ini belum memiliki laporan keuangan yang cukup kuat untuk menjadi acuan investor.
Jika melihat rencana pemerintah yang masih mengedepankan pembangunan infrastruktur, maka menurut Nico, emiten-emiten yang berkaitan dengan sektor ini berpeluang mencatatkan pertumbuhan bisnis yang prospektif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News