Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sentimen penyebaran virus corona masih kuat menekan pasar keuangan global saat ini. Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menilai, saat kondisi seperti ini tak banyak stimulus yang bisa memperbaiki keadaan, termasuk jika Bank Indonesia (BI) melakukan berbagai upaya atau stimulus.
Mengutip Bloomberg, pada perdagangan awal pekan rupiah bergerak melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sebanyak 1,05% ke level Rp 14.933 per dolar AS pada Senin (16/3). Sejalan dengan itu, pergerakan kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau dikenal JISDOR juga mencatatkan pelemahan tipis yakni 0,02% ke level Rp 14.818 per dolar AS pada Senin (16/3).
"Stimulus belum tentu membantu memperbaiki sentimen pelaku pasar terhadap aset berisiko. Apalagi, jika kekhawatiran pasar semakin tinggi terhadap penularan virus corona," jelas Ariston kepada Kontan.co.id, Senin (16/3).
Baca Juga: WHO peringatkan penyebaran corona lewat uang tunai, ini jawaban BI
Untuk itu, dia memperkirakan pergerakan nilai tukar rupiah ke depan masih dalam tren pelemahan. Hal tersebut diikuti kemungkinan kondisi pasar keuangan yang masih fokus para perkembangan virus Korona dan stimulus hingga sebulan ke depan.
Ariston juga menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini utamanya karena kekhawatiran penyebaran pandemik wabah corona. Hal tersebut terccermin dari indeks saham Asia yang anjlok, sekaligus menegaskan bahwa stimulus yang dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed belum berdampak positif bagi pergerakan aset-aset berisko.
Asal tahu saja, Bank Sentral AS atau The Fed umumkan pemangkasan suku bunga acuannya total 100 basis poin (bps) ke level 0%-0,25%. Tak hanya itu, pelonggaran kuantitatif juga diluncurkan dalam pengumuman antar-pertemuan kedua bank sentral tahun ini setelah wabah corona virus mengancam pertumbuhan global.
Baca Juga: Kian dekati level psikologis, rupiah berpeluang ke Rp 16.000 per dolar AS?
"Pasar masih sangat volatile, moga-moga sebelum sampai ke Rp 16.000 per dolar AS, sentimen pasar bisa berbalik positif," kata Ariston.
Adapun untuk level resistance terdekat saat ini, Ariston memperkirakan berada di dekat Rp 15.270 per dolar AS, sekaligus mendekati level tertinggi di Oktober 2018. Menurut dia, di tengah kekhawatiran seperti yang terjadi saat ini, dolar AS biasanya menjadi aset yang diburu investor atau merupakan safe haven.
"Meskipun begitu, sebaiknya dolar AS bukan untuk investasi tapi pembelian karena kebutuhan," tandas Ariston.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News