Reporter: Aloysius Brama, Cipta Wahyana | Editor: Yudho Winarto
PSAK 72
PSAK 72 tentang Pengakuan Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan merupakan adopsi IFRS 15 yang telah berlaku di Eropa sejak Januari 2018. PSAK 72 merupakan PSAK sapu jagat karena mengganti banyak standar sebelumnya. Beberapa standar yang dicabut dengan terbitnya PSAK 72 adalah PSAK 34 tentang Kontrak Konstruksi, PSAK 32 tentang Pendapatan, ISAK 10 tentang Program Loyalitas Pelanggan, ISAK 21 tentang Perjanjian Konstruksi Real Estate, serta ISAK 27 tentang Pengalihan Aset dari Pelanggan.
Esensinya, PSAK 72 mengubah cara pengakuan pendapatan kontrak yang tadinya rigid (rule based) menjadi berbasis prinsip (principle based). Pengakuan pendapatan kontrak, misalnya, sekarang tidak berdasarkan besaran uang muka yang sudah diterima.
Berdasarkan standar baru ini, pengakuan pendapatan bisa dilakukan secara bertahap sepanjang umur kontrak (over the time) atau pada titik tertentu (at a point of time). Namun, pengakuan pendapatan bertahap tidak bisa diterapkan kepada sembarang kontrak. Ada syarat-syarat terkait konsumsi manfaat oleh pelanggan, peningkatan nilai aset di sisi pelanggan, serta kesepakatan tahap pembayaran kontrak. Jika suatu kontrak tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, pendapatan kontrak itu baru bisa diakui saat terjadi penyerahan aset (at a point of time).
“Secara teknis tidak rumit, tapi volume pekerjaannya sangat besar karena kita harus mempelajari ribuan kontrak yang kita miliki,” ujar Harry M. Zen, Chief Financial Officer PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) saat memaparkan pengalaman implementasi IFRS 15 di Telkom. Asal tahu saja, Telkom telah menerapkan IFRS 9 (PSAK 71) dan IFRS 15 (PSAK 72) sejak 2018 karena tercatat di New York Stock Exchange (NYSE).
PSAK 72 bisa berdampak besar bagi perusahan properti, kontraktor, maskapai penerbangan, ritel, dan masih banyak lagi. “Bahkan, kampir semua perusahaan terpengaruh karena mereka pasti memiliki kontrak dengan pelanggan, “ imbuh Rosita.