kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Skenario terburuk prospek saham Perusahaan Gas Negara (PGAS)


Kamis, 06 Februari 2020 / 22:54 WIB
Skenario terburuk prospek saham Perusahaan Gas Negara (PGAS)


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) akhirnya kembali rebound setelah beberapa waktu belakangan ini terus tertekan. Saham perusahaan pelat merah ini ditutup menguat 45 poin atau setara 3,05% pada perdagangan hari ini, Kamis (6/2).

Namun, penurunan yang sempat membuat harga saham PGAS menyentuh level terendah selama tiga tahun tersebut membuat saham ini masih memberikan return negatif baik secara mingguan, bulanan, bahkan sejak awal tahun.

Baca Juga: PGN (PGAS) terus memacu pembangunan infrastruktur gas bumi

Dalam sepekan terakhir, saham PGAS turun 15,56%. Selama satu bulan terakhir, penurunannya sebesar 27,62%. Sedangkan sejak awal tahun, PGAS masih memberikan return minus 29,95%.

Untuk di setiap periode yang sama, saham PGAS juga rutin masuk dalam daftar saham yang banyak dijual investor asing. "Ini akibat keputusan pemerintah yang pada akhirnya menurunkan harga gas industri," ujar Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital.

Investor melihat, keputusan tersebut berpotensi menggerus laba PGAS yang akhirnya merugikan pemegang saham publik. Dia menambahkan, ada 43% saham PGAS yang dimiliki publik. Seharusnya, hal tersebut menjadi pertimbangan pemerintah untuk mengatur harga gas.

Baca Juga: Net buy asing Rp 557,61 miliar, IHSG berakhir naik hampir 1%

Di sisi lain, harga gas di hulu sejatinya lebih mahal, bahkan mencapai 70% dari struktur cost PGAS. “Pemerintah punya ruang besar untuk menurunkan tanpa membebani PGAS,” imbuh Alfred.

Timothy Gracianov, analis Kresna Sekuritas mengatakan, penurunan harga gas yang diterapkan pemerintah awal April nanti merupakan skenario terburuk. Dia menghitung, dengan penurunan itu, rata-rata harga jual atau average selling price (ASP) gas yang didistribusikan PGAS tahun ini menyusut menjadi US$ 7,8/mmbtu.

Padahal, ASP sepanjang sembilan bulan 2019 mencapai US$ 8,5/mmbtu. "Hasilnya, ada potensi pendapatan yang hilang mencapai US$ 230 juta," ujar Timothy dalam riset 5 Februari.

Sekretaris perusahaan PGN, Rachmat Hutama secara terpisah menjelaskan, pihaknya sedang mengkaji efek penyesuaian harga gas US$ 6/mmbtu untuk sektor tertentu, khususnya efek terhadap aspek komersial bisnis, kinerja perseroan, keberlanjutan bisnis gas bumi, pengembangan infrastruktur dan menjalankan penugasan pemerintah,” ungkapnya.

"Tingkat keekonomian infrastruktur gas bumi di setiap daerah tentu berbeda-beda, karena sumber gas dan harganya juga berlainan. Oleh sebab itu, penetapan harga gas juga harus dapat memastikan bahwa pembangunan infrastruktur dapat terus dilakukan mengingat masih banyak rumah tangga, UMKM, transportasi dan sektor industri yang belum terjangkau gas bumi," terang Rachmat.

Baca Juga: Chandra Asri (TPIA) bakal tentukan investor strategis CAP 2 pada bulan depan

Sementara, Direktur Utama PGAS Gigih Prakoso tak menampik, penyesuaian harga gas menjadi tantangan untuk PGAS. Dia berharap, pemerintah akan mengambil solusi terbaik untuk memastikan pembangunan infrastruktur gas bumi dapat terus meluas ke berbagai sumber pertumbuhan ekonomi di wilayah baru.

Tahun ini, untuk memperkuat fundamental perusahaan, PGAS menargetkan membangun infrastruktur pipa transmisi dan distribusi lebih dari 450 km di beberapa sentra ekonomi baru di Sumatera dan Jawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×