Reporter: Dwi Nicken Tari | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Devaluasi Yuan membawa dampak negatif kepada seluruh harga komoditas, termasuk nikel. Harga nikel sempat rebound pada Kamis (13/8) yang diduga oleh analis sebagai rebound teknikal di level terendah.
Mengutip Bloomberg, pukul 12.54 WIB, harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) pada Kamis (13/8) naik 0,3% ke level US$10.630 per metrik ton dibandingkan hari sebelumnya. Selama sepekan harga turun 2,02%.
Wahyu Tri Wibowo, Analis Central Capital Futures, menyatakan bahwa kenaikan harga nikel dari level terendahnya di US$ 10.600 per metrik ton pada Rabu (12/8) kemarin merupakan rebound teknikal saja. Wahyu menyatakan bahwa devaluasi Yuan turut andil dalam penurunan harga kemarin.
Pada Kamis (13/8), People Bank of China (PboC) kembali menurunkan nilai tukar Yuan sebesar 1,1%, menurut Wahyu dampaknya bisa menyebabkan ketidakpastian yang bisa mencemaskan pasar.
“Kecemasan pasar itu negatif untuk ekonomi karena bisa melemahkan pertumbuhan dengan berkurangnya permintaan dan harga komoditas akan berjatuhan,” kata Wahyu.
Wahyu menjelaskan bahwa saat ini dunia sedang berada dalam perang ekonomi, khususnya perang harga komoditas dengan perang mata uang. Sehingga, Wahyu menyangsikan apakah the Fed jadi menaikkan suku bunganya pada September maupun Desember nanti. Menurut Wahyu, Fed akan lebih berhati-hati untuk menaikkan suku bunganya setelah ada kontroversi dari devaluasi Yuan.
“Bisa saja selanjutnya akan ada manipulasi mata uang yang menyerang devaluasi, seperti yang dituduhkan menteri-menteri keuangan AS,” kata Wahyu.
Menurut Wahyu, saat ini kita berada di fase kelima, yaitu pelemahan konsolidatif dengan harga komoditas yang oversold. Meski harga melemah, kecepatan pelemahannya bisa saja melambat.
“Sehingga, kemungkinan untuk rebound ada, tetapi di level terendahnya. Ini terjadi di semua komoditas, bukan nikel saja,” ujar Wahyu.
Wahyu menambahkan, bahwa setiap penguatan ekonomi maupun perbaikan ekonomi blok tertentu di dunia ini menuntut persaingan atau kompensasi negatif untuk blok lainnya. Sehingga, lanjut Wahyu, sebenarnya masih banyak waktu untuk melihat bagaimana dampak dari devaluasi Yuan dan melemahnya perekonomian dunia ini. Sampai semester kedua nanti, Wahyu setuju bahwa dampak devaluasi Yuan masih akan membayangi harga-harga komoditas.
Sampai akhir tahun, Wahyu menduga tren bearish nikel masih belum berubah, diikuti menurunnya permintaan dan berlimpahnya stok. Wahyu menambahkan bahwa harga nikel sudah turun sekitar 30 -an % sejak level tertingginya di 2014. Di bursa LME, harga nikel saat ini telah jatuh sebesar 27,41% sejak level tertingginya di awal tahun 2015. Oleh karena itu, Wahyu menduga bahwa harga nikel di akhir tahun akan tetap berada di level rendah, yaitu US$ 10.600 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News