Reporter: Yuwono Triatmodjo,Diade Riva Nugrahani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Meskipun pada awal pekan sempat mengalami penurunan yang tajam, namun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam sepekan terakhir ini mencatatkan perkembangan yang positif.
Sekadar mengingatkan pada awal pekan lalu (15/9), indeks ditutup diposisi 1.719,25 atau melemah sangat tajam sebesar 4,70 basis poin dari penutupan perdagangan akhir pekan sebelumnya. Pernyataan yang menyebutkan bangkrutnya Lehman Brothres, yang merupakan investment banking terbesar ke-4 di Amerika Serikat (AS), telah membuat kepercayaan investor terhadap pasar finansial semakin hancur. Hal tersebut berimbas kepada indeks negara-negara di dunia.
Selain Lehman, berita buruk lain juga menghampiri Wall Street. Merrill Lynch yang harus pasrah untuk di akuisisi oleh Bank of Amerika (BoA). Belum lagi American International Group (AIG) yang sedang kebingungan mencari suntikan dana.
Namun sehari setelah itu, di luar dugaan, indeks mengalami penguatan tipis. Pada hari Selasa (16/9), indeks menguat 0,95% keposisi 1.735,64. Analis BNI Securities Muhammad Al Fatih, menyatakan adanya sentimen positif setelah pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga overnight.
Tidak hanya itu, rencana buyback saham-saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menurutnya juga merupakan satu faktor yang menyebabkan indeks menghijau. "Hal itu bisa menambah likuiditas di pasar," ujar Al Fatih, hari ini (19/9).
Komitmen dari bank sentral dunia
Ternyata cerita penguatan rupiah tidak sampai di situ. Pada hari Rabu lalu (17/9) indeks ditutup pada posisi 1.769,89 atau menguat 1,97% dibandingkan hari sebelumnya. Keesokan harinya, indeks kembali menguat sebesar 1% dan bertengger di level 1.787,67.
Nah, pada penutupan pasar kemarin, indeks kembali menguat dan bercokol pada posisi 1.891,73 atau menguat cukup tajam sebesar 5,82%.
Kepala Riset Trimegah Securities, Arhya Satyagraha memandang investor telah mengkaji ulang penurunan indeks yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. "Terjadi bargain hunting yang menyebabkan indeks kemudian kembali menguat," ujar Arhya. Penurunan indeks sedemikian tajam, sebenarnya bukan mencerminkan kondisi fundamental dalam negeri.
Kenaikan indeks pun mendapat obat kuat dari langkah beberapa bank sentral dunia yang berkomitmen untuk membantu likuiditas pasar. "Kesiapan mereka inject dana bagi likuiditas merupakan katalis selanjutnya yang membuat indeks rebound," terang Arhya.
Namun Arhya kurang sepakat bila hijaunya indeks akibat adanya buyback dari saham-saham BUMN. Ia menilai bobot saham-saham BUMN, di luar PT Telkom Tbk, tidak memiliki bobot yang cukup signifikan bagi pergerakan indeks. Selain itu, apakah BUMN yang listing di bursa saham punya cukup dana untuk melakukan hal itu.
Sebaliknya, kesanggupan dana-dana pensiun untuk memperbanyak portofolionya di bursa, merupakan kabar yang cukup positif bagi pasar. Namun tetap saja mereka memiliki keterbatasan. "Dana mereka terukur di samping adanya batasan berapa persen dana yang bisa mereka tempatkan di bursa saham," ujar Arhya.
Sementara Analis Panca Global Securitas, Betrand Raynaldi mengatakan ideks mengalami rebound karena investor dalam negeri yakin akan fundamental negaranya. "Hanya karena faktor teknikal," ujar Betrand.
Ketiga analis memprediksi indeks berpotensi kembali menguat. Namun, mereka mengingatkan masih ada potensi koreksi akibat kerugian lembaga-lembaga keuangan dunia karena kasus subprime. "Lehman bisa jadi bukan merupakan kasus terakhir yang muncul," ujar Arhya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News