Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nikel menjadi komoditas yang dinilai cukup bersinar tahun ini. Melansir Bloomberg, harga nikel di bursa London Metal Exchange (LME) untuk kontrak pengiriman tiga bulanan berada di level tertingginya tahun ini, yakni di level US$ 18.109 pada Kamis (7/1).
Penguatan harga nikel juga berdampak pada terkereknya harga saham produsen nikel. Saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) misalnya, dalam setahun menguat 376,34% ke level Rp 3.120 per saham. Pun demikian dengan saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang menguat 129,24% ke level Rp 6.625 per perdagangan Jumat (15/1).
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Maryoki Pajri Alhusnah menilai, pergerakan harga nikel global terdorong oleh faktor perbaikan ekonomi China, dimana China juga berencana untuk meningkatkan konsumsi nikel untuk kendaraan listrik (electric vehicle) dan stainless steel. Selain itu, pembatasan ekspor bijih nikel yang masih diberlakukan Pemerintah Indonesia juga menjadi katalis positif untuk harga nikel nikel.
Baca Juga: Tahun ini, Kementerian ESDM targetkan tambahan 4 smelter
Maryoki menilai, kenaikan harga nikel juga didorong oleh ekspektasi permintaan kendaraan listrik yang akan naik. Hal ini ditunjukkan dengan program stimulus di banyak Negara, termasuk dukungan kendaraan listrik untuk mengimbangi dampak ekonomi dari pandemi. China misalnya, memperpanjang kebijakan subsidi hingga 2022 dan beberapa negara Uni Eropa (UE) telah meningkatkan subsidi untuk kendaraan listrik, serta target emisi yang lebih ketat.
“Untuk pengembangan mobil listrik di Indonesia, untuk saat ini masih mempengaruhi market domestik saja, belum ke harga nikel global. Karena proyek pengembangan ini juga masih sebatas Memorandum of Understanding (MoU) dan rencana, belum ada kepastian kapan akan dilaksanakan,” terang Maryoki saat dihubungi Kontan.co.id, belum lama ini.
Sementara itu, Tim Riset Sinarmas Sekuritas dalam risetnya yang bertajuk ‘Sinarmas Market Outlook 2021’ menilai, lonjakan harga nikel dan harga saham emiten logam sebagian dipengaruhi oleh antusiasme terhadap rencana pemerintah Indonesia untuk mendirikan holding baterai listrik dengan total investasi yang diharapkan mencapai US$ 12 miliar. Meski rencananya masih dalam tahap awal dan belum ada rincian yang tersedia saat ini, namun pemerintah menyebutkan bahwa holding BUMN tambang, yakni MIND ID (kemungkinan melalui ANTM), Pertamina, dan PLN akan membentuk holding baterai listrik ini.
MIND ID akan bertanggung jawab untuk operasi hulu, Pertamina di bagian tengah (midstream) dan PLN di operasi hilir.
Di sisi lain, Tesla, sebagai pelopor manufaktur mobil kendaraan listrik, juga dalam tahap diskusi awal dengan pemerintah terkait potensi investasi untuk proyek-proyek ini. Dengan Indonesia saat ini memiliki sekitar 24% dari cadangan nikel global, proyek-proyek ini akan menempatkan Indonesia di garis depan revolusi kendaraan listrik.
Namun perlu diperhatikan bahwa jadwal proyek dan investasi ini belum ditentukan oleh pemerintah. “Kami berharap pembentukan holding dan pemilihan mitra akan selesai pada tahun 2021, sementara konstruksi mungkin baru dimulai paling cepat 2023,” tulis Tim Riset Sinarmas Sekuritas.
Meskipun demikian, proyek-proyek ini akan memberikan peluang pertumbuhan jangka panjang bagi industri nikel Indonesia, meskipun dalam jangka pendek, Sinarmas Sekuritas masih melihat adanya potensi kelebihan pasokan di industri ini.
Sinarmas Sekuritas mempertahankan rating overweight di sektor ini, terutama karena risiko kelebihan pasokan jangka pendek yang berasal dari peningkatan output Nickel pig iron (NPI) dari Indonesia. Permintaan dari kendaraan listrik memang tetap kuat, tetapi kontribusinya masih rendah saat ini.
Sementara itu, Sinarmas Sekuritas juga memperkirakan pertumbuhan permintaan baja tahan karat akan menjadi normal setelah belanja infrastruktur besar-besaran dari China terjadi pada akhir 2020.
NH Korindo Sekuritas Indonesia berekspektasi bahwa harga nikel akan berada pada rentang US$ 16.000- US$ 17.000 per ton tahun ini. Namun, jika dilihat kondisi sekarang yang tentunya sudah di luar ekspektasi, NH Korindo Sekuritas memproyeksikan kenaikan harga nikel tidak akan sesignifikan ini di awal tahun 2021.
Sementara Sinarmas Sekuritas mengasumsikan harga nikel berada di level US$ 16.000 di tahun ini dan US$ 15.500 untuk 2022. Risiko dari rating ini adalah kenaikan harga nikel yang lebih tingi dari perkiraan, tertundanya penyelesaian proyek NPI Indonesia, dan pasokan bijih nikel dari Filipina yang lebih rendah dari perkiraan.
Selanjutnya: Mendag: Pemerintah terus perjuangkan kebijakan nasional di tingkat multilateral
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News