Reporter: Namira Daufina | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Penguatan yang didulang rupiah sepanjang tahun ini cukup signifikan. Meski dinilai akan bergerak dalam koridor sempit hingga akhir tahun.
Di pasar spot, Kamis (11/2) nilai tukar rupiah ditutup melemah tipis 0,05% ke level Rp 13.463 per dollar AS dibanding hari sebelumnya yang merupakan level tertinggi sejak Oktober 2015 lalu di posisi Rp 13.455 per dollar AS. Dalam sepekan terakhir penguatan rupiah sebesar 1,29% dan sejak akhir tahun 2015 lalu sudah terbang 2,35%.
Sejalan, di kurs tengah Bank Indonesia valuasi rupiah terangkat 1,24% ke level Rp 13.369 per dollar atau merupakan level tertingginya sejak Oktober 2015 lalu. Sepanjang sepekan terakhir pun rupiah sudah terdongkrak 2,14% dan dibanding akhir tahun kemarin nilai rupiah sudah menguat 3,08%.
Pemaparan Josua Pardede, Ekonom Bank Permata hal ini berkat kinerja ekonomi Indonesia kuartal empat 2015 lalu yang memuaskan pasar. Pada Jumat (5/2) dilaporkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,04% (yoy). Ini jauh lebih tinggi daripada ekspektasi dan merupakan raihan kuartal yang tertinggi sepanjang tahun lalu.
Itu cukup menyuntik kembali kepercayaan pasar akan kinerja perekonomian Indonesia. Selain itu memang tidak bisa dipungkiri, dominasi pelemahan USD jadi pendorong utama penguatan rupiah.
Terbaru, pernyataan Janet Yellen, Gubernur The Fed mengindikasikan terganjalnya laju perekonomian AS akibat gejolak ekonomi global. “Itu menampar posisi USD yang sejak dua pekan lalu sudah digempur sajian ekonomi yang negatif,” tutur Josua.
Di sisi lain, penguatan yen cukup mendorong mata uang Asia lainnya seperti rupiah terdongkrak. “Belum lagi, yield tinggi yang dijanjikan di Indonesia menjadi daya tarik bagi dana asing untuk masuk ke pasar Indonesia,” kata Josua. Obligasi pemerintah laku keras, dana asing yang masuk pun signifikan.
Namun menilik hingga akhir semester satu nanti Josua menilai kemampuan pemerintah dan Bank Indonesia untuk menjaga daya tarik investasi di tanah air menjadi faktor yang penting. Pasalnya, akhir kuartal satu nanti menjadi titik yang krusial.
“Menanti lanjutan proyeksi ekonomi The Fed dan ECB yang tentunya itu berimbas pada ekonomi global termasuk rupiah,” jelas Josua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News