Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi ilegal berkedok kebun kurma masih panas, Satgas Waspada Investasi kembali merilis daftar entitas ilegal per November 2019 yang menggunakan skema serupa.
Kali ini, PT Kawasan Kurma Indonesia (KKI) dicurigai sebagai salah satu entitas yang memiliki bisnis perkebunan kurma ilegal.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing mengatakan, meskipun menggunakan skema bisnis yang serupa Kampoeng Kurma, pengelola Kawasan Kurma Indonesia berbeda dan memiliki kantor pusat di Riau.
Baca Juga: Banyak tawaran investasi bodong, Satgas Waspada Investasi minta masyarakat hati-hati
"Sama skemanya, hanya harganya lebih murah dan pohon kurma mereka lebih banyak. Kegiatan-kegiatan ini tidak ada izin dan kurma itu enggak berbuah atau tumbuh dengan baik, sementara yang diiming-imingi adalah hasil dari kurmanya," jelas Tongam kepada Kontan.co.id, Jumat (6/12).
Dia juga mengungkapkan, sebelum rilis 182 entitas ilegal, Satgas Waspada Investasi sempat mengundang perusahaan untuk datang menemui otoritas.
Namun Tongam memastikan bahwa tidak ada perwakilan yang datang.
Di samping itu, berdasarkan analisis, Satgas Waspada Investasi menemukan bahwa kegiatan bisnis Kawasan Kurma Indonesia tidak berizin dengan potensi return yang tidak rasional dan transparan.
"Kegiatan ini diduga nanti pada saatnya akan berisiko dan merugikan masyarakat. Meskipun, saat ini memang belum ada pengaduan dari masyarakat," ungkap Tongam.
Baca Juga: Waspada, 182 investasi bodong ini berbahaya karena menipu dengan iming-iming
Terkait masuknya Kawasan Kurma Indonesia dalam daftar entitas ilegal Satgas Waspada Investasi, Marketing Kawasan Kurma Indonesia kantor pusat Riau, Izzul mengaku tahu dan menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak beralasan.
Bahkan, dia mengaku sebelumnya pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sempat mendatangi kantor pusat di Riau dan manajemen secara terbuka menunjukkan berbagai surat izin yang mereka miliki.
"Izin usaha kami mulai dari kecamatan, yang punya tanah (anak mamak), kemudian ke nagari (izin wilayah), juga diketahui Polsek setempat. Kami juga punya izin kehutanan dari bagian pertanahan," papar Izzul saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (6/12).
Bahkan, dia juga menjelaskan bahwa kegiatan bisnis Kawasan Kurma Indonesia mendapat dukungan dari pemerintah daerah Kampar, Riau.
Perusahaan juga mengklaim saat ini tengah menggarap sekitar 5.000 hektare (ha) kebun kurma di seluruh Indonesia, dengan perkiraan jumlah nasabah mencapai 5.000 orang.
Baca Juga: Tips menghindari investasi bodong berkedok perkebunan
Bahkan, Izzul menekankan bahwa Kawasan Kurma Indonesia sama sekali tidak menggunakan modal dari pinjaman bank atau investor tertentu, dan murni hanya menggunakan dana dari nasabah.
"Meskipun begitu, sebagai warga yang baik kalau ada (izin) yang harus dilaporkan kami akan penuhi. Kalaupun diharuskan memenuhi persyaratan apa saja akan kami penuhi," ungkap dia.
Berdasarkan hasil penulusuran Kontan, diketahui bahwa Kawasan Kurma Indonesia melakukan kegiatan bisnis kebun kurma dengan sistem syariah.
Adapun produk yang ditawarkan berupa kaveling berukuran 20 meter x 30 meter atau sekitar 600 meter persegi setiap kavelingnya. Nantinya, setiap kaveling akan ditanami 6 bibit kurma yang diperoleh langsung dari Thailand dan terdiri dari satu bibit jantan dan lima bibit betina.
Baca Juga: Kasus Kampoeng Kurma berlanjut, LBH Bogor layangkan somasi
Untuk harga, dibanderol Rp 65 juta per kaveling dengan sistem pembayaran tunai. Nantinya, nasabah bisa mendapat bonus satu tiket gratis mengunjungi kebun kurma di Thailand.
Adapun potensi return yang bakal diterima nasabah mulai dari Rp 22 juta per pohon setiap tahun, dengan jenis pohon yakni kurma mengkel.
Saat ini lokasi kebun Kawasan Kurma Indonesia tersebar enam provinsi seperti di Medan, Hajoran Sumatra Utara, Kalimantan Timur, Jambi, Sumatra Barat dan Bengkulu. Meskipun baru berjalan setahun terakhir, Kawasan Kurma Indonesia sempat memamerkan salah satu pohon kurmanya berusia dua tahun dan berbuah di Kampar, Riau.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News