Reporter: Namira Daufina | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Sepanjang pekan ini rupiah masih terus merunduk di hadapan the greenback. Beban datang dari buruknya sajian indikator ekonomi Negeri Tirai Bambu. Menyambut pekan depan di awal tahun, rupiah diprediksi masih digempur sajian data eksternal.
Di pasar spot, Kamis (31/12) pukul 11.20 WIB posisi rupiah tergelincir 0,01% ke level Rp 13.789 per dollar AS dibanding hari sebelumnya. Sepanjang pekan terakhir nilai rupiah sudah tergerus 1,15%.
Sejalan, di kurs tengah Bank Indonesia valuasi rupiah pun merunduk tipis 0,01% di level Rp 13.795 per dollar AS dengan pelemahan 1,10% sepanjang pekan.
Berdasarkan pemaparan Yulia Safrina, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures awal pekan ini rupiah ditampar oleh data laba industri China yang merosot. Itu merupakan penurunan laba industri China yang berlangsung selama enam minggu beruntun dengan catatan kemerosotan di November 2015 sebesar 1,4%.
“Korelasi data ekonomi China yang buruk erat kaitannya dengan pergerakan mata uang Asia termasuk rupiah,” jelas Yulia. Setelahnya pun sajian data AS memuaskan pasar.
Pasca libur perdagangan di Amerika Serikat menyambut natal, data Amerika Serikat mencatatkan hasil yang memuaskan pasar. Sebut saja goods trade balance November 2015 yang lebih baik dari prediksi defisit US$ 60,9 miliar menjadi hanya defisit US$ 60,5 miliar.
Lalu daya beli yang dilihat dari harga jual produk bagi masyarakat lajang di 20 area komersial AS pun meningkat dari 5,4% ke level 5,5% serta CB Consumer Confidence melesat dari 92,6 ke level 96,5.
Minimnya dukungan dari internal disinyalir jadi beban tambahan bagi rupiah. Tidak heran Yulia menduga sepanjang pekan depan rupiah masih akan bergelut dalam pelemahan. Pasalnya, setelah libur Tahun Baru 2016, pasar akan menanti ragam sajian indikator ekonomi.
"Secara fundamental rupiah memang masih lemah terutama karena paparan dari eksternal yang besar," tutur Yulia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News