Reporter: Yuliana Hema | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah masih belum mampu keluar dari tekanan di zona Rp 16.200. Nilai tukar rupiah di pasar spot menutup perdagangan Selasa (23/4) di level Rp 16.220 per dolar Amerika Serikat (AS).
Direktur Infovesta Edbert Suryajaya menjelaskan pelemahan rupiah salah satunya disebabkan oleh permintaan akan dolar AS yang sedang melonjak. Ini disebabkan oleh ketegangan antara Iran dan Israel yang semakin memanas.
Pasalnya, tensi geopolitik yang kian memanas dan tidak bisa diprediksi ini menimbulkan ketidakpastian di pasar. Alhasil, pelaku pasar dan investor akan beralih kepada aset yang lebih aman seperti emas dan dolar AS.
Apalagi ketegangan yang terjadi di Timur Tengah ini turut mendorong kenaikan harga komoditas. Edbert bilang kenaikan harga komoditas ini bakal memicu lonjakan inflasi dan membuat penurunan suku bunga global akan semakin lama.
Baca Juga: Bertenaga, Rupiah Spot Ditutup Menguat Rp 16.220 Per Dolar AS Pada Hari Ini (23/4)
"Ada peluang terbuka kalau kinerja emiten melemah atau laba turun di tahun ini, yang setidaknya dipengaruhi oleh dua faktor, yakni suku bunga dan efek negatif kenaikan harga komoditas," katanya saat ditemui Kontan, Senin (22/4).
Edbert mengatakan investor mesti hati-hati dengan emiten yang punya utang gede, terutama emiten yang menggunakan permodalan eksternal seperti surat utang dan kredit sindikasi dari perbankan.
"Apalagi ada potensi bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga. Otomatis kalau suku bunga naik, maka beban keuangan para emiten juga akan meningkat," ucap Edbert.
Dalam catatan Kontan, ada beberapa emiten yang memiliki utang dolar AS yang tinggi. Seperti, PT Modernland Realty Tbk (MDLN) yang utang obligasi dalam dolar AS yang setara dengan Rp 5,75 triliun selama 2023.
Masih di sektor properti, ada PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) yang punya senior notes dengan jumlah pokok yang masih terutang sebesar US$ 131,96 juta hingga akhir 2023.
Kemudian dari sektor konsumer datang dari Grup Indofood, yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) yang punya utang uang usaha sebesar US$ 17,43 juta dan utang jangka panjang senilai US$ 2,75 miliar.
Edbert menilai para emiten akan mencari pendanaan melalui instrumen yang konvensional dan murah. Salah satunya dengan menerbitkan surat utang, baik obligasi maupun Medium Term Note (MTN).
"Paling enak emiten akan mencari pendanaan di nilai tukar yang sama. Misalnya, perusahaan butuh rupiah, maka sebaiknya menerbitkan surat utang dalam rupiah," katanya.
Untuk itu, investor juga perlu jelih dan hati-hati dalam membeli surat utang. Edbert menyarankan investor untuk mencermati prospek perusahaan dan penggunaan dari penerbitan surat utang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News