Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inflasi Amerika Serikat (AS) naik di atas prediksi pelaku pasar. Dollar AS berpotensi menguat dan menekan nilai tukar rupiah. Mengutip Bloomberg, indeks harga konsumen AS mengalami inflasi 0,8% secara bulanan di periode November.
Angka tersebut berada di atas proyeksi pelaku pasar yang sebesar 0,7% secara bulanan. Secara tahunan, inflasi AS naik 6,8% sentuh kenaikan tertinggi sejak 1982.
Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan data inflasi AS yang tinggi berpotensi memberi tekanan pada nilai tukar rupiah.
Senada, Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures, Nanang Wahyudin mengatakan inflasi AS yang menguat makin menguatkan The Federal Reserve (The Fed) untuk menentukan sikap hawkish dalam percepatan pengurangan pembelian obligasi (tapering off). Selanjutnya, The Fed juga akan semakin cepat melakukan normalisasi suku bunga acuan.
Baca Juga: Analis memproyeksi BI masih akan menahan suku bunga pada RDG pekan depan
Sementara dari dalam negeri, di pekan depan Indonesia akan merilis neraca perdagangan yang diperkirakan akan mengalami defisit di November dari US$ 5,47 miliar ke US$ 4,28 miliar.
Selain itu, jelang window dressing rupiah berpotensi melemah apalagi memasuki pembayaran utang berserta bunga yang dilakukan pemerintah di bulan ini. Permintaan dollar AS jadi naik dan rupiah cenderung melemah.
Nanang memproyeksikan rentang rupiah di awal pekan (13/12), berada Rp 14.300 per dollar AS-Rp 14.450 per dollar AS. Sementara, Reny memproyeksikan rentang rupiah di Rp 14.290 per dollar AS-Rp 14.377 per dollar AS.
Akhir pekan lalu, rupiah melemah 0,03% ke Rp 14.371 per dollar AS. Namun, dalam sepekan rupiah menguat 0,33% dari Rp 14.420 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News