Reporter: Nadya Zahira | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (12/6). Mengutip Bloomberg, rupiah di pasar spot ditutup mlemah 0,03% ke posisi Rp 16.295 per dolar AS.
Sedangkan di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah juga melemah 0,01% ke level Rp 16.297 per dolar AS, pada Rabu (12/6).
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengungkapkan, indeks dolar stabil di dekat level tertinggi selama sebulan terakhir, setelah rebound dalam beberapa sesi.
Menurut dia, hal tersebut dikarenakan para pelaku pasar sedang mengantisipasi isyarat dari pertemuan The Fed yang berlangsung selama dua hari dan berakhir pada Rabu. Dengan begitu, diperkirakan membuat bank sentral AS tidak mengubah suku bunga acuannya saat ini.
Baca Juga: Rupiah Nyaris Tembus Rp 16.300 per Dolar AS, Begini Dampaknya ke Belanja Negara
Namun, Ibrahim menyebutkan bahwa setiap sinyal mengenai keputusan suku bunga di masa depan akan diawasi dengan ketat, terutama di tengah spekulasi mengenai potensi penurunan suku bunga pada bulan September.
“Para pelaku pasar juga mewaspadai kemungkinan sikap hawkish dari The Fed, mengingat inflasi yang tinggi dan kuatnya pasar tenaga kerja,” kata Ibrahim dalam riset hariannya, Rabu (12/6).
Selain itu, dia menuturkan bahwa data inflasi China juga akan menimbulkan kekhawatiran terhadap pemulihan ekonomi di negara ini.
Lebih lanjut, Ibrahim nilai, meskipun inflasi indeks harga produsen menyusut, inflasi indeks harga konsumen tumbuh kurang dari perkiraan dan hampir tak berada di luar wilayah kontraksi.
“Angka tersebut menunjukkan bahwa belanja konsumen, yang merupakan pendorong utama perekonomian China masih lemah, bahkan ketika aktivitas pabrik meningkat,” tuturnya.
Dalam perkembangan lain, para ekonom menyambut baik pernyataan Bank Dunia yang kembali menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini karena ekspansi AS yang kuat.
Namun, Bank Dunia memperingatkan perubahan iklim, perang, dan utang yang tinggi akan merugikan negara-negara miskin yang menjadi tempat tinggal sebagian besar penduduk dunia.
Untuk diketahui, Bank Dunia menaikkan proyeksinya menjadi 2,6% dari 2,4% pada Januari. Hal ini menandakan akhir dari setengah dekade terburuk dalam pertumbuhan perdagangan sejak 1990-an.
“Proyeksi naiknya pertumbuhan ekonomi global ini akan berdampak positif terhadap perekonomian Asia Tenggara, terutama Indonesia yang diperkirakan oleh pemerintah dan Bank Indonesia berada di kisaran 5,11% secara tahunan,” kata Ibrahim.
Baca Juga: Rupiah Anjlok Nyaris ke Rp 16.300, Kemenkeu Pastikan Utang Pemerintah Aman
Analis Pasar Mata Uang, Lukman Leong mengatakan, sentimen yang membuat rupiah melemah masih didominasi oleh faktor eksternal US.
Menurut dia, rupiah pada perdagangan Kamis (13/6) akan ditentukan oleh rilis data inflasi AS malam ini, dan terutama sikap dari pidato Powell dalam FOMC dini hari, Kamis (13/6).
“Namun apabila melihat perkembangan akhir-akhir ini, maka the Fed akan bersikap hawkish dan hal ini akan menekan rupiah. Namun perlu diingat data inflasi AS juga akan berpengaruh,” kata Lukman.
Untuk perdagangan Kamis (13/6), Lukman memperkirakan mata uang rupiah akan berada di sekitar Rp 16.250 - Rp 16.350 per dolar AS.
Sedangkan Ibrahim memproyeksi, mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif tetapi ditutup menguat pada rentang Rp 16.250 hingga Rp 16.320 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News