Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana kenaikan suku bunga Federal Reserve (The Fed) membuat persepsi risiko investasi di dalam negeri cenderung naik. Ini tercermin pada angka credit default swap alias CDS Indonesia yang terus menggemuk.
CDS Indonesia tenor 5 tahun dan 10 tahun tercatat kembali menjauh dari level terendah yang sempat ditorehkan di awal tahun ini. Mengutip Bloomberg, Senin (26/2), CDS jangka waktu lima tahun mengalami koreksi 12,53% dari posisi terendahnya pada 9 Januari 2018 menjadi 86,56. Sementara CDS tenor 10 tahun memburuk 9,47% dari posisi terendahnya pada 10 Januari 2018 ke posisi 152,63 per Jumat (23/2).
Ahmad Mikail, Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, menyatakan, kenaikan CDS yang terjadi bulan ini dipengaruhi oleh sentimen eksternal. Sebut saja, imbal hasil US Treasury yang dalam tren bullish. "Imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) terus naik, sehingga wajar kalau CDS Indonesia memburuk," kata dia kemarin (26/2).
Selain itu, hengkangnya asing dari pasar obligasi kita turut jadi sentimen negatif. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, kepemilikan asing di surat berharga negara per akhir pekan lalu hanya Rp 856,50 triliun. Angka ini turun Rp 13,27 triliun ketimbang akhir Januari.
Anil Kumar, Analis Fix Income Ashmore Asset Management, menambahkan, selain faktor eksternal, sentimen dalam negeri seperti defisit neraca perdagangan di Januari juga memberi andil. "Impor mulai naik sehingga neraca dagang balik ke level defisit. Ini jadi salah satu kekhawatiran pasar," ujar Anil.
Buntutnya, defisit neraca transaksi berjalan yang selama ini tertolong portofolio investasi melebar. "Kalau current account deficit bertambah dan portofolio investment tidak masuk, rupiah terancam depresiasi," imbul Anil.
Hanya, Anil memproyeksikan, jika gonjang-ganjing di AS dan Jepang mereda serta Indonesia mendapatkan kenaikan rating utang baru, maka CDS berpotensi turun. Naik atau turunnya CDS ke depan juga dipengaruhi data neraca perdagangan Februari 2018. Kalau kembali surplus, maka kekhawatiran rupiah terdepresiasi bakal hilang.
Gencar rilis utang
Sementara Ahmad memproyeksikan, CDS Indonesia masih tertekan lantaran The Fed akan mengerek suku bunga tiga kali tahun ini. Meski bakal naik, dampak risiko yang terjadi tidak terlalu besar karena pasar sudah price in.
Toh, di tengah kenaikan CDS Indonesia, pemerintah malah gencar menerbitkan surat utang. Yang teranyar, green sukuk bond.
Untuk itu, pemerintah perlu berhati-hati dalam mendorong penerbitan surat utang di awal tahun ini dan dalam berbagai instrumen baru. Tapi, selama nilai penerbitannya tidak menambah target indikatif, maka itu masih baik. "Sebab, bisa nambah variatif produk. Hanya, kalau menambah outstanding atau jumlah penerbitan, takutnya nanti malah tingkat suku bunga BI jadi lebih tinggi karena pemerintah menerbitkan obligasi lebih banyak," kata Ahmad.
Oleh karena itu, selama rating utang masih bisa dijaga, pemerintah masih aman untuk melakukan penerbitan surat utang. Menurut Ahmad, pemerintah sebaiknya menerbitkan obligasi sebelum bank sentral negeri uak Sam mengerek suku bunga. Sehingga, kupon yang pemerintah tawarkan bisa lebih rendah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News