Reporter: Dimas Andi | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Level credit default swap (CDS) Indonesia berpeluang melanjutkan tren penurunan dalam waktu dekat. Hal ini lantaran dampak reformasi pajak Amerika Serikat belum terlihat hingga sekarang.
Sekadar informasi, mengutip Bloomberg, CDS Indonesia untuk tenor 5 tahun dan 10 tahun sama-sama sukses pecahkan rekor. Hingga Rabu (10/1) pukul 18.00 WIB, CDS tenor 5 tahun menyentuh level 76,90. Sedangkan data Selasa (10/1) menunjukan CDS tenor 10 tahun kembali turun ke level 141,63. Ini artinya, risiko berinvestasi di dalam negeri cenderung membaik.
Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia, Anil Kumar menilai, saat ini sentimen dari eksternal tergolong minim seusai undang-undang reformasi pajak AS disahkan.
Ia pun menilai, hingga kini kebijakan tersebut belum memberi efek secara global. Salah satu penyebabnya adalah data kenaikan gaji di AS belum menunjukkan kenaikan signifikan. Padahal, tingkat pengangguran di negara tersebut cenderung stabil di level 4,1% dalam dua bulan terakhir. “Artinya jumlah angkatan kerja yang bekerja di sana tergolong besar,” katanya.
Anil menilai, dengan jumlah angkatan kerja yang besar seharusnya ada peningkatan nilai gaji yang diterima setiap pekerja tersebut. Namun, sejauh ini hal tersebut tidak terjadi karena ada indikasi pendapatan perusahaan-perusahaan di AS belum memperlihatkan peningkatan secara signifikan. “Padahal pajak sudah diturunkan,” ujarnya.
Kondisi tersebut memberikan ruang penurunan bagi CDS Indonesia, baik tenor 5 tahun ataupun 10 tahun.
Anil memproyeksikan hingga dua bulan ke depan, CDS Indonesia masih dalam tren penurunan. Namun, dengan syarat Indonesia kembali mendapat kenaikan peringkat utang dari lembaga seperti Moody's dan Standard & Poor's.
Peluang kenaikan peringkat utang dari kedua lembaga tersebut terbuka lebar. Pasalnya, perekonomian Indonesia masih tergolong stabil berkat tingkat inflasi dan suku bunga acuan yang berada di level rendah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News