Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas batubara yang kembali membara menghangatkan prospek kinerja dan laju saham emiten yang bergelut di bisnis komoditas ini. Merujuk Trading Economics, harga batubara melonjak 4,91% dalam sehari dan secara mingguan mengakumulasi kenaikan 7,16% ke level US$ 149,60 per ton.
Lonjakan tersebut tampak menjadi sentimen positif, yang mendongkrak harga mayoritas saham emiten batubara di Bursa Efek Indonesia pada awal pekan ini. Sejumlah emiten pun optimistis momentum kenaikan harga batubara bisa mengerek performa bisnisnya di sisa tahun 2024.
Head of Corporate Communications PT Indika Energy Tbk (INDY) Ricky Fernando menilai harga batubara saat ini masih berada di level yang tinggi, usai berfluktuasi dari posisi puncaknya pada tahun 2022 lalu.
Harga batubara di sisa tahun ini akan dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama kebijakan energi global, situasi geopolitik dunia, cuaca ekstrem, dan permintaan dari negara-negara seperti China dan India.
Ricky bilang, kenaikan harga batubara bakal memberikan dorongan positif terhadap kinerja bisnis INDY, terutama dari sisi pendapatan.
"Kami akan terus fokus pada efisiensi operasional dan optimalisasi produktivitas untuk mencapai target," kata Ricky kepada Kontan.co.id, Senin (7/10).
Baca Juga: Harga Energi Global Melonjak, Cermati Sejumlah Pemicunya
Director & Corporate Secretary PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava mengatakan, katalis pendorong harga batubara berasal dari ketegangan geopolitik dan peningkatan permintaan yang terjadi secara musiman. Dengan dinamika global yang terjadi, Dileep menaksir pada kuartal IV-2024 harga batubara dapat stabil di sekitar level saat ini.
Kondisi tersebut berpotensi menumbuhkan kinerja BUMI. "Kenaikan harga batubara hanyalah salah satu faktor. Tetapi harga minyak, regulasi pemerintah dan dinamika pasar juga akan memainkan peran kunci," ungkap Dileep.
BUMI pun bakal mengelola bauran produk dan mengendalikan biaya, sembari mengejar capaian target produksi batubara.
"Tentu saja memperkuat posisi pasar untuk memanfaatkan harga tinggi sebagaimana mestinya," imbuh Dileep.
Sementara itu, Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), Febriati Nadira menegaskan Adaro tetap menjalankan kegiatan operasional sesuai rencana di tambang-tambang miliknya. ADRO fokus untuk mempertahankan marjin yang sehat dan kontinuitas pasokan ke pelanggan.
Adapun, sebagian pelanggan ADRO telah memiliki kontrak jangka panjang. "Kami tetap fokus pada segala sesuatu yang dapat kami kontrol, seperti kontrol operasional untuk memastikan pencapaian target perusahaan dan efisiensi biaya," kata Nadira.
Junior Equity Analyst Pilarmas Investindo Sekuritas Arinda Izzaty Hafiya menyoroti tiga katalis utama yang mengerek harga batubara. Pertama, efek dari stimulus ekonomi di China sebagai konsumen utama batubara dunia.
Kedua, tensi geopolitik di Timur Tengah yang memicu kekhawatiran terhadap pasokan energi global, terutama pada komoditas minyak dan gas. Hal ini mendorong pasar untuk melirik batubara sebagai aset yang lebih aman.
Ketiga, pola musiman, di mana permintaan terhadap batubara biasanya meningkat menjelang musim dingin di akhir tahun. Dengan dorongan dari ketiga faktor ini, Arinda menaksir harga batubara berpotensi lanjut menanjak ke sekitar level US$ 160 per ton hingga tutup tahun 2024.
Dengan estimasi tersebut, kinerja batubara berpotensi naik, sejalan dengan peningkatan pendapatan dan margin keuntungan. Hanya saja, Arinda menyarankan agar pelaku pasar juga mencermati faktor domestik yang bisa memengaruhi prospek emiten batubara.
Terutama datang dari kebijakan pemerintah terkait dengan royalti dan pembentukan Mitra Instansi Pengelola (MIP). Analis BCA Sekuritas Achmad Yaki menambahkan, faktor cuaca khususnya fenomena La Nina juga akan menjadi katalis penting bagi prospek emiten batubara.
Baca Juga: Aliran Dana Asing Masih Masuk di Awal Oktober, Simak Rekomendasi Sahamnya
La Nia berpotensi menahan tingkat produksi, ketika permintaan berpeluang naik terdorong oleh stimulus ekonomi China dan musim dingin. Dus, secara umum katalis positif cenderung mengiringi emiten batubara. Yaki menaksir indeks Newcastle batubara akan bergerak di rentang US$ 152 - US$ 157 per ton.
Sementara itu, Investment Analyst Stockbit Hendriko Gani mengingatkan kenaikan harga batubara di indeks Newcastle seringkali tidak sejalan dengan harga acuan Indonesian Coal Index (ICI). Dengan begitu, pelaku pasar perlu mewaspadai sentimen kenaikan harga batubara saat ini bisa jadi hanya berimbas jangka pendek bagi penguatan harga saham emiten.
Gani menyarankan agar selektif memilih saham batubara, dengan melirik emiten yang punya katalisnya sendiri. Seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA), BUMI dan INDY yang berpotensi diuntungkan dengan adanya MIP. Kemudian ADRO yang masih diliputi sentimen spin-off anak usahanya.
Sedangkan Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer memprediksi harga batubara berpotensi lanjut menguat dan bertahan di atas level US$ 150 per ton. Dia menyarankan hold saham batubara sambil memperhatikan sinyal teknikal.
Miftahul menyodorkan saham ADRO, BUMI, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PT Harum Energy Tbk (HRUM).
Arinda menyematkan rekomendasi buy untuk saham PTBA, ADRO dan ITMG, dengan target harga masing-masing di Rp 3.500, Rp 4.000 dan Rp 27.100. Sementara Yaki merekomendasikan buy ITMG serta hold pada saham ADRO dan PTBA.
Secara teknikal, Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo menjagokan ADRO (support Rp 3.380 - resistance Rp 4.050), ITMG (support Rp 24.400 - resistance Rp 27.350), PTBA (support Rp 2.650 - resistance Rp 3.200) dan BUMI (support Rp 132 - resistance di Rp 150 per saham).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News