Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek kinerja emiten batubara belum kembali membara hingga tengah tahun ini. Dari sisi harga saham, pergerakannya tidak seragam, meski mayoritas ada dalam tren yang melandai.
Emiten batubara dengan kapitalisasi pasar terbesar, PT Bayan Resources Tbk (BYAN) masih ada di barisan saham laggard penggerus indeks. Sementara itu, sejumlah saham batubara merosot usai momentum pembagian dividen, seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Emiten batubara jumbo lainnya, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) harga sahamnya menurun pada empat perdagangan beruntun. Nasib serupa dialami PT Harum Energy Tbk (HRUM) dan PT Indika Energy Tbk (INDY) yang memerah di pekan ini.
Selain itu, PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) masih berupaya untuk bisa mendaki kembali. Sedangkan saham yang cukup moncer ada PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS) yang terdongkrak oleh momentum pembagian dividen dan lanjut dividen interim.
Baca Juga: Bersiap Memanen Hasil Ekspansi di Segmen Bisnis Nikel, Cek Rekomendasi Saham HRUM
Equity Research Analyst Panin Sekuritas, Rizal Nur Rafly mengamati setelah musim pembagian dividen dan rilis laporan keuangan kuartal I-2024, belum ada lagi katalis signifikan bagi saham batubara. Apalagi, dia menaksir kinerja emiten batubara di kuartal II juga masih tertekan.
"Kuartal II masih akan berat mengingat perlambatan permintaan dari Tiongkok. Sejauh ini belum ada katalis signifikan buat emiten batubara. Kecuali di semester II karena berhubungan dengan winter season," kata Rizal kepada Kontan.co.id, Jumat (7/6).
Analis RHB Sekuritas Indonesia Muhammad Wafi turut menaksir, kinerja di kuartal II emiten batubara belum berubah signifikan. Lantaran harga batubara serta volume penjualan yang belum banyak menanjak.
Namun dari sisi pembukuan, bisa jadi ada perbaikan karena terpoles oleh pergerakan kurs dolar dan rupiah. Wafi turut menaksir, prospek perbaikan kinerja emiten batubara baru berpotensi terjadi di semester II.
Dia menyoroti dua alasan yang mengganjal kinerja emiten batubara di semester pertama. Pertama, dari sisi harga batubara yang relatif tertinggal ketimbang komoditas tambang lainnya, terutama harga logam.
Wafi melihat faktor utamanya adalah tingkat persediaan batubara global yang masih cukup tinggi, khususnya di China dan India. Kedua, dari dalam negeri, sejumlah perusahaan mengalami kendala persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari pemerintah yang berkaitan dengan tingkat produksi.
Namun, kondisinya bisa mulai membaik pada semester II, dimana akan masuk periode La Nina yang meningkatkan curah hujan.
"Sedikit banyak itu akan mengurangi supply, dengan demand yang relatif stabil. Konsumsi batubara China akan mulai pulih, di India relatif stabil. Di semester II kami lihat ada potensi kenaikan harga batubara," ungkap Wafi.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Pilihan Saat Indeks Syariah Tertekan
Meski masih kokoh di atas level US$ 100 per ton, tapi saat ini harga batubara belum bisa kembali stabil menembus level US$ 140. Merujuk TradingEconomics, harga batubara berada di posisi US$ 135,90 per ton hingga akhir pekan ini, Jumat (7/6).
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengamati dalam timeframe mingguan, harga batubara masih berada di fase downtrend jangka pendek. Herditya menaksir harga batubara akan mengalami koreksi terlebih dulu dengan rentang pergerakan pada US$ 130 - US$ 135 per ton.
Wait and See Terlebih Dulu
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengatakan katalis lain yang bisa menggerakkan harga saham adalah aksi korporasi yang dilakukan emiten. Jika menunggu katalis dari harga batubara, prospeknya masih akan bergerak landai.