kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ranitidin ditarik, sejumlah emiten farmasi tak ubah target penjualan


Selasa, 08 Oktober 2019 / 12:48 WIB
Ranitidin ditarik, sejumlah emiten farmasi tak ubah target penjualan
ILUSTRASI. Obat produk PT Phapros Tbk


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menarik beberapa izin obat edar yang terkontaminasi N-nitrosodimethylamine (NDMA) di dalam produk ranitidin. Sejumlah produk dari dua emiten farmasi pelat merah yakni PT Phapros Tbk (PEHA) dan PT Indofarma Tbk (INAF) ditarik dari peredaran.

Penarikan kembali atau recall ini bermula pada 13 September 2019 ketika BPOM Amerika Serikat atau US FDA dan European Medicine Agency (EMA) menemukan produk-produk ranitidin yang tercemar NDMA. Produk ranitidin biasanya mengobati gejala penyakit tukak lambung dan tukak usus.

Baca Juga: BPOM titahkan tarik 5 produk raniditin yang mengandung zat penyebab kanker

Asal tahu saja, saat ini Indonesia dan negara lain seperti Singapura dan Bangladesh telah merespon terkait masalah ini dengan menarik kembali obat-obatan tersebut.

Produk ranitidin yang telah di-recall adalah Ranitidine Cairan Injeksi 25 mg/mL yang izin edarnya dimilik PT Pharpros Tbk (PEHA).

Selain itu, produk lainnya yang ditarik sukarela salah satunya milik PT Indofarma Tbk (INAF) yakni Indoran Cairan Injeksi 25 mg/mL dan Ranitidinie cairan injeksi 25 mg/mL.

Sekretaris Perusahaan PT Phapros Tbk (PEHA) Zahmilia Akbar menjelaskan PEHA merespon dengan baik apa yang telah disampaikan oleh BPOM terkait perintah penarikan kembali (recall) dan pemberhentian produksi untuk produk yang mengandung bahan aktif ranitidin.

“Recall langsung kami lakukan di hari itu juga, setelah BPOM memerintahkan untuk menarik kembali produk yang mengandung bahan aktif ranitidin melalui surat resmi yang dilayangkan ke PEHA per tanggal 03 Oktober 2019,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (8/10).

Adapun produk yang ditarik izin edarnya adalah Ranitidin HCl Cairan Injeksi 25 mg/ml untuk nomor bets produk jadi: 95486160 s/d 190, 06486001 s/d 008, 16486001 s/d 051, 26486001 s/d 019.

Baca Juga: Tujuh makanan ini bisa membantu seseorang berhenti merokok

Zahmilia menyatakan penarikan kembali produk ini menjangkau ke seluruh outlet di seluruh Indonesia seperti, Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotik, Instalasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, dan Dokter.

Perlu diketahui, recall ini merupakan tindak lanjut dari penghentian distribusi dan produksi yang dilakukan PEHA sejak tanggal 25 September 2019, sebagai hasil konsultasi PEHA kepada BPOM atas sinyalemen adanya cemaran N-nitrosodimethylamine (NDMA) dalam RANITIDIN.

Zahmila menyatakan kontribusi produk ini hanya sekitar 0.5% dr revenue di segmen OGB (obat generik) jadi sangat kecil sekali. Mila memastikan adanya penarikan produk ini tidak berdampak pada kinerja dan target pencapaian perusahaan di 2019.

Selain PEHA, perusahaan pelat merah yang produk ratidinnya tercemar NDMA ditarik dari pasaran adalah PT Indofarma Tbk (INAF).

Direktur Keuangan Indofarma Herry Triyatno menjelaskan penarikan dua jenis produknya tidak berpengaruh signifikan terhadap penjualan Indofarma. “Sebab nilai penjualan sangat kecil. Adapun produk yang ditarik tersebut merupakan sisa produksi tahun 2017,” ujarnya.

Herry menjelaskan produk ranitidin dan indoran kebetulan sudah habis masa berlakunya di bulan Oktober 2019 sehingga INAF sudah menarik produk tersebut.  

Baca Juga: Obat Ranitidine ditarik di sejumlah negara, apa kata BPOM?

Kendati demikian, Herry menyatakan produk ranitidin dengan bahan baku baru yang telah disetujui BPOM tetap diproduksi dan diedarkan di market sehingga tidak mempengaruhi penjualan.

Melansir laporan keuangan INAF di 2018, kontirbusi penjualan dan volume injeksi cair tercatat turun 8,18% yoy dari sebelumnya Rp 24,71 miliar di 2017 menjadi Rp 22,84 miliar.

Herry menjelaskan  turunnya penjualan injeksi cair kemungkinan karena permintaan dari pasar. Namun Herry memproyeksikan penjualan injeksi cair hingga akhir tahun bakalan tetap stabil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×