Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dinilai memiliki prospek cerah, seiring dengan meningkatnya kapasitas pembangkit listrik milik anak usaha Pertamina tersebut. Analis BRI Danareksa Sekuritas Hasan Barakwan merekomendasikan beli saham PGEO dengan target harga Rp 1.050.
Hasan memperkirakan kapasitas terpasang operasional pembangkit listrik milik PGEO akan mencapai 782 megawatt (MW) pada tahun 2026, atau naik dari 672 MW pada tahun 2023.
Catatan dia, PGEO berencana untuk menambah 435 MW kapasitas lagi yang akan dikembangkan secara konvensional atau dengan memanfaatkan pembangkit listrik tenaga panas bumi skala kecil di lahan yang pernah dikembangkan yang berada dalam wilayah kerjanya.
Baca Juga: Pertamina Geothermal (PGEO) Genjot Pendapatan dari Segmen Carbon Credit
Dengan demikian, estimasi Hasan, kapasitas pembangkit PGEO dalam 5 tahun ke depan mencapai 1.272 MW.
Adapun tambahan kapasitas terpasang sebesar 165 MW akan mulai beroperasi melalui pembangkit bertenaga 55 MW di wilayah kerja Lumut Balai dan Margabayur. Adapula tambahan kapasitas terpasang 11 0MW di wilayah kerja Hululais. Tambahan 55 MW dari Lumut Balai diharapkan mulai berkontribusi terhadap kinerja pada tahun 2025 dengan tambahan 110 MW dari Hululais pada tahun 2026.
Hasan memperkirakan bahwa margin PGEO akan tetap stabil ke depan. Ini karena sifat bisnis PGEO adalah bersifat kontrak, baik dari segi volume pembangkit maupun harga jual rata-rata alias average selling price (ASP).
Margin bersih PGEO berkisar sekitar 41,8% pada tahun 2023, naik dari 33% pada tahun 2022 dan lebih tinggi dari rata-rata tiga tahunnya sebesar 25,5%. Proyeksi Hasan, margin kotor dan margin EBITDA Pertamina Geothermal pada tahun ini akan berada di level kisaran 54% dan 82%, atau relatif stabil dibandingkan rata-rata 3 tahun masing-masing sebesar 53% dan 80%.
Baca Juga: PGEO Umumkan Kinerja Bisnis, Jadi Sinyal Positif Pengembangan Energi Baru Terbarukan
Prospek PGEO juga disokong oleh neraca yang solid. Hasan menyebut, upaya deleveraging yang dilakukan PGEO telah membuahkan hasil, dengan net gearing turun menjadi hanya 0,5 kali di tahun 2022 dari sebelumnya mencapai 0,9 kali di tahun 2020.
Hasan memperkirakan bahwa neraca PGEO akan lebih sehat di masa depan, dikarenakan profitabilitas yang lebih tinggi dan pelunasan sebagian utang dari dana hasil initial public offering (IPO).
Hasilnya, Hasan memperkirakan net gearing PGEO akan mencapai 0,13 kali pada tahun 2025, menunjukkan bahwa PGEO memiliki banyak ruang untuk mendanai kebutuhan belanja modalnya yang sangat besar.
“Selain itu, pasca suksesnya IPO di kuartal pertama 2023, PGEO mampu melakukan penggalangan dana melalui penerbitan green bond, dengan skala penerbitan sekitar US$ 400 juta yang terutama akan digunakan untuk pembayaran fasilitas pinjaman,” tulis Hasan dalam riset, Senin (12/6).
Namun, rekomendasi ini memiliki sejumlah risiko utama. Pertama, PGEO adalah perusahaan padat modal yang membutuhkan banyak dana untuk mengembangkan dan mengoperasikan proyek panas bumi. Hal ini dapat mempengaruhi profitabilitas dan arus kas PGEO di masa depan.
Baca Juga: Selain Dividen, RUPS Pertamina Geothermal (PGEO) Rombak Jajaran Direksi dan Komisaris
Kedua, PGEO berkecimpung di industri yang sangat tunduk pada regulasi pemerintah dan insentif energi terbarukan. Setiap perubahan dalam regulasi atau tarif listrik dapat berdampak negatif pada bisnis dan pendapatan PGEO.
Ketiga, PGEO menghadapi persaingan dari perusahaan panas bumi lainnya serta sumber energi lain seperti batubara, gas, energi air, dan surya. PGEO dapat kehilangan pangsa pasarnya atau menghadapi tekanan harga jika tidak dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News