Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemerintah DKI Jakarta untuk kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di ibu kota, bisa memberikan dampak lanjutan pada pelemahan nilai tukar rupiah. Jika kebijakan tersebut berlanjut hingga skala nasional, maka rupiah diprediksi bisa meyentuh level Rp 15.300 per dolar Amerika Serikat (AS) di sisa 2020.
Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Kamis (10/9) nilai tukar rupiah tercatat melemah 0,38% ke level Rp 14.855 per dolar AS. "Saat PSBB di Jakarta diperketat, kemungkinan besar daerah lain akan mempertimbangkan penerapan kebijakan serupa," kata Analis Finnex Berjangka Nanang Wahyudin kepada Kontan.co.id, Kamis (10/9).
Awalnya, pelaku pasar akan melihat reaksi pasar keuangan di awal penerapan PSBB ketat pada Senin (14/9) nanti. Nanang menilai, selama pengetatan PSBB hanya berlangsung di ibu kota, kemungkinan nilai tukar rupiah akan terjaga di kisaran Rp 14.800 per dolar AS hingga Rp 15.000 per dolar AS.
"Tapi kalau sampai cakupan nasional (PSBB ketat) maka rupiah akan menuju Rp 15.300 per dolar AS, meskipun selama prosesnya akan ada intervensi dari Bank Indonesia (BI)," ungkap Nanang.
Baca Juga: Loyo, rupiah ditutup melemah 0,38% ke Rp 14.855 per dolar AS pada Kamis (10/9)
Nanang menilai, sejauh ini faktor internal lebih banyak mendominasi pelemahan mata uang Garuda. Pengetatan PSBB di DKI Jakarta juga diyakini masih terus menekan pergerakan rupiah meskipun masih dalam level terbatas. Di sisi lain neraca dagang masih dalam proses pemulihan dari dampak PSBB Maret 2020.
Sementara itu, dari eksternal Nanang meyakini masih banyak sentimen yang mampu jadi penopang penguatan mata uang Garuda. Antara lain, pelaku pasar dan investor masih menunggu data klaim pengangguran AS yang bakal dirilis Kamis (10/10) waktu setempat.
Baca Juga: Tak bertenaga, rupiah terus melemah ke RP 14.842 per dolar AS
Setelah itu, pelaku pasar tengah menanti hasil rapat bank sentral European Central Bank (ECB). Gubernur ECB diprediksi bakal mengambil keputusan untuk menahan suku bunga rendah bahkan kebijakan negatif.
Nanang menilai langkah yang mungkin diambil ECB seperti penambahan stimulus dan kebijakan untuk meredam inflasi Benua Biru tersebut. "Kebijakan negatif bisa membuat euro menguat tajam dan berimbas pada penguatan mata uang lain seperti poundsterling, dolar Australia, dan mata uang di Asia termasuk rupiah. Sedangkan dolar AS, bakal melemah terhadap mata uang tersebut," ujar Nanang.
Selain rapat ECB, PDB Inggris diprediksi bakal mengalami kontraksi dan sekali lagi bakal memberikan sentimen positif bagi mata uang Garuda. Di samping itu, pelaku pasar juga menanti rapat bank sentral AS Federal Reserve pekan depan yang bisa memberikan beragam reaksi di pasar keuangan global.
Nanang meyakini The Fed belum menunjukkan sinyal untuk bergerak agresif dan masih fokus pada proses pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam. Kebijakan The Fed akan terpaku pada perkembangan Covid-19, mempertahankan suku bunga rendah, dan meluncurkan berbagai upaya untuk mendorong perekonomian. "Apalagi sekarang momentum pemilihan presiden AS, sehingga banyak faktor yang bakal melemahkan dolar AS ke depan," kata dia.
Baca Juga: PSBB total kembali diterapkan di Jakarta, berikut saham pilihan Mirae Asset Sekuritas
Apabila data pengangguran AS yang bakal dirilis nanti malam cukup positif, Nanang meyakini dampaknya ke penguatan dolar AS hanya sementara. Ini karena, secara teknikal market menunjukkan adanya tren pelemahan dolar AS karena sudah sempat menguat dalam enam hari terakhir. Dengan begitu, mata uang Asia juga punya potensi untuk menguat kembali.
Nanang meyakini pelemahan rupiah yang terjadi saat ini hanya bersifat sementara lantaran banyak sentimen yang bakal menggerakkan rupiah ke depan. Pengetatan PSBB dinilai hanya akan melemahkan rupiah sementara jika penerapannya belum berskala nasional.
Baca Juga: Emiten-emiten yang bakal meraup keuntungan dari kebijakan perketatan PSBB
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News