Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski terdapat sejumlah tantangan, prospek reksadana offshore (luar negeri) diperkirakan masih menarik.
Direktur PT Infovesta Utama Parto Kawito menyebutkan bahwa prospek reksadana offshore akan tergantung negaranya. Namun, secara umum ia menilai pertumbuhan global menurun karena daya beli turun, iklim, geopolitik, dan demografi menua.
Kendati begitu, terdapat sejumlah sentimen yang dapat mendorong kinerja reksadana offshore.
"Menurunnya suku bunga Fed di semester II 2024, ekonomi di negara emerging stabil dan/atau sedikit membaik, serta China menggelontorkan stimulus besar," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (16/1).
Apalagi umumnya reksadana offshore merupakan saham yang berbasis ESG. Parto menilai juga terdapat katalis positif untuk saham berbasis ESG, seperti bursa karbon menjadi sumber pendanaan persh yang mematuhi ESG dan kesadaran investasi meningkat ke persh ramah ESG.
Baca Juga: Peluncuran Reksadana Manulife Saham Syariah ESG Transisi Global Dolar AS
President & CEO PT Pinnacle Persada Investama Guntur Putra sepakat bahwa pemangkasan suku bunga membuat prospek reksadana offshore dapat menjadi lebih positif.
Menurutnya, pemangkasan suku bunga secara keseluruhan cenderung mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga dapat memberikan dampak positif pada kinerja bursa saham global, yang pada gilirannya dapat menguntungkan underlying reksadana tersebut.
"Namun tentunya banyak faktor-faktor lain juga yang perlu dipertimbangkan seperti global makro, kondisi geopolitik, dan lain sebagainya," sambungnya.
Karenanya, Guntur mememproyeksikan return reksadana offshore di 2024 berpotensi cukup baik. "Namun tetap akan kembali lagi jenis reksadana offshore dan juga tema/strategi dan juga investment universe/geography region dari masing-masing reksadana tersebut," tegasnya.
Teranyar, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) meluncurkan reksadana Manulife Saham Syariah ESG Transisi Global Dolar AS (MAGET) Kelas A2.
Chief Economist & Investment Strategist MAMI, Katarina Setiawan mengatakan peluncuran produk tersebut melihat peluang, khususnya untuk jangka panjang. Dijelaskan, berdasarkan data BloombergNEF pada laporan Renewable Energy Investment Tracker, investasi baru secara global dalam energi terbarukan melonjak menjadi US$ 358 miliar di semester I 2023 atau tumbuh 22% secara tahunan (YoY).
"Sehingga investor dapat memanfaatkan peluang investasi pada reksadana ESG sambil membantu mengatasi perubahan iklim global," katanya.
Baca Juga: Gandeng Bahana TCW, DBS Treasures Private Client Tawarkan KPD ke Nasabah
Terlebih untuk jangka panjang, diperkirakan investasi yang dibutuhkan lebih dari US$ 6,9 triliun per tahun dalam 10 tahun ke depan untuk mencapai taret Paris Agreement 2050.
Katarina mengatakan, pihaknya akan mengelola produk investasi barunya di 10 negara yang tersebar di Amerika Serikat, Eropa, dan Australia. Beberapa negara itu, antara lain Kanada, Inggris, Jerman, Swiss, Finlandia, Portugal, dan Australia.
Katarina melanjutkan, optimisme peluncuran Manulife Saham Syariah ESG Transisi Global Dolar AS (MAGET) Kelas A2 juga berangkat dari hasil Manulife Saham Syariah ESG Transisi Global Dolar AS Kelas A1.
"Kelas A1 itu internal dulu, jadi kami secara in-house berinvestasi di MAGET karena sebelum menawarkan ke publik karena tema ini unik dan kami ingin mengetahui apakah portofolionya betul, bagaimana return-nya, dan seperti apa resikonya," jelasnya.
Hasilnya, dalam sebulan Manulife mencatat return sebesar 5,8%. Katarina bilang, hasil itu melebihi MSCI ACWI Islamic Index yang merupakan benchmark dengan return sebesar 3,91%.
Baca Juga: Kenaikan Suku Bunga BI dan Inflasi yang Stabil Kerek Real Yield Obligasi Indonesia
Menilik kinerja sejumlah reksadana offshore juga tercatat kinerja sepanjang 2023 terbilang positif. Contohnya, Reksadana Syariah BNP Paribas Cakra Syariah USD Kelas RK1 mencetak kinerja 21,41%.
Pertumbuhan itu didorong alokasi ke perusahaan raksasa global. Misalnya Microsoft Corp dengan return 7,55%, Apple Inc 7,23%, dan Alphabet Inc Class A sebesar 4,29%.
Lalu ada pula Batavia Global ESG Sharia Equity USD yang mencetak kinerja 16,31% di 2023. Adapun top holding dari Microsoft Corp sebesar 17,66%, Tesla Inc 3,88%, dan Johnson & Johnson 3,27%.
Dari berbagai faktor-faktor itu, Katarina menyebutkan investasi ini lebih cocok untuk tipe investor agresif. Maklum, risiko pada instrumen investasi ini memiliki risiko yang tinggi.
"Namun perlu diingat, kami meluncurkan produk ini juga untuk memberikan diversifikasi atas kebutuhan investor," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News