Reporter: Nova Betriani Sinambela | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun depan, nasib segmen konsumer bisa tertekan karena kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%, namun di saat bersamaan kebijakan makan bergizi gratis dan kenaikan upah minimum berpeluang mendorong konsumsi masyarakat.
Analis BRI Danarekasa, Natalia Sutanto dan Sabela Nur Amalina mencermati bahwa segmen ini dapat bertumbuh melalui katalis kenaikan upah minimum sebesar 6,5% karena diprediksi bakal mendorong daya beli.
Selain itu, program pemerintah perihal makan bergizi gratis juga menjadi katalis positif. Hal ini karena program tersebut diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan secara tidak langsung menciptakan lapangan pekerjaan hingga di level UMKM.
Baca Juga: Ekonom Proyeksi Ekonomi Indonesia Tetap Kuat Meski ada Kebijakan PPN 12%
Natalia menjelaskan bahwa program makan bergizi gratis akan menargetkan 45 juta anak di 439.000 sekolah. Program ini pun nantinya akan didukung oleh sekitar 48.000 dapur.
Dengan demikian, ada kesempatan untuk menciptakan setidaknya 2 juta lapangan kerja, terutama di bidang penyiapan makanan dan rantai pasokan.
Lebih lanjut, hal itu dapat meningkatkan permintaan terhadap produk lokal, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi setempat. Ujungannya perilaku konsumsi pun dapat bertumbuh.
"Sebagai bagian dari program quick-win pemerintah, dengan total anggaran Rp121 triliun untuk tahun 2025, kami berharap inisiatif ini akan meningkatkan pertumbuhan PDB sebesar 0,2%, mendukung potensi pencapaian target pertumbuhan PDB 5,2% untuk sepanjang tahun 2025," jelas Natalia dan Sabela dalam riset yang dipublikasikan pada 18 Desember 2024.
Baca Juga: Ada Kenaikan PPN 12%, Kemenkeu Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2025 Sekitar 5,2%
BRI Danareksa pun memperkirakan sektor ini akan mencapai pertumbuhan pendapatan kotor untuk tahun fiskal 2025 sebesar 6,8% secara year on year (yoy), didorong oleh peningkatan volume yang sebesar 4,5%.
Selain itu akan ada penyesuaian ASP yang lebih tinggi sebesar 1,7% karena adanya proyeksi kenaikan biaya input untuk komoditas utama seperti CPO, Kakao, dan Kopi.
Di samping mengharapkan pertumbuhan dari dalam negeri, BRI Danareksa juga memproyeksi segmen ekspor akan berkontribusi lebih lanjut kepada pertumbuhan emiten-emiten penghuni sektoral konsumer.
Di sisi lain, VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi memandang khawatir dengan prospek emiten konsumer, salah satunya karena kenaikan PPN 12%.
Audi memandang kenaikan PPN 12% akan memposisikan emiten juga dalam koridor tekanan, sebab pada akhirnya membuat emiten harus melakukan penyesuaian harga jual sebagai alternatif untuk bertahan.
Menurut Audi langkah emiten juga akan lebih terbatas, imbasnya dikhawatiran kembali akan menekan penjualan.
Baca Juga: Kenaikan PPN Jadi 12%, OIKN Sebut Ini Peluang Ke Sektor Pembangunan
"Meskipun pemerintah menyampaikan PPN 12% hanya untuk barang mewah, pada kenyataannya barang kebutuhan yang sudah memiliki brand akan dikenakan juga," kata Audi kepada KONTAN, Jumat (20/12).
Selain itu, berkaca ketika PPN dinaikkan menjadi 11%, malah mendorong kenaikan inflasi. Sehingga Audi memandang ada kekhawatiran lebih lanjut karena dapat menekan segmen kalangan menengah yang saat ini menjadi penopang konsumsi.
Oleh sebab itu Audi berharap dari kebijakan Pemerintah yang lainnya, seperti makan bergizi gratis dan kenaikan upah minimum. Insentif tersebut dapat menjadi penopang ditengah dinamika kebijakan moneter yang masih akan konservatif dan kenaikan PPN 12% di tahun 2025.
Selain itu ia berharap program makan bergizi gratis dapat disalurkan merata dan tepat sasaran agar menjaga konsumsi dan daya beli masyarakat, terlebih masyarakat kalangan menengah.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama walaupun Pemerintah akan menerapkan berbagai kebijakan dengan tujuan menyejahterakan masyarakat.
Baca Juga: Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah Bisa Sia-Sia
Namun dari sisi emiten juga harus mampu meningkatkan inovasi dan strategi bisnis di tengah dinamika ketidakpastian ekonomi tahun depan.
Di sisi lain, Nafan mengatakan bahwa tahun depan masih ada peluang Bank Indonesia menurunkan suku bunga. Dengan demikian, "tentunya ini akan mereduksi buying cost dari para pelaku dan kebutuhan akan konsumsi akan meningkat," kata Nafan kepada KONTAN, Jumat (20/12).
Terkait saham sektor konsumer, Natalia merekomendasikan overweight karena emiten di sektor ini melaporkan pertumbuhan volume positif dan memiliki peluang melanjutkan biaya input yang lebih tinggi untuk tahun fiskal 2025.
Analis BRI Danareksa ini memilih PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) sebagai pilihan utama karena ICBP berpeluang besar melakukan penyesuaian ASP pada tahun depan dan diprediksi mampu mempertahankan margin, serta pertumbuhan laba inti diprediksi naik 10,8% yoy pada tahun depan.
Sedangkan Audi merekomendasikan Netral untuk sektor konsumer di tengah sentimen yang telah disebutkan akan dihadapi pada 2025. Adapun pilihan utamanya jatuh kepada ICBP dengan rekomendasikan buy dan target harga Rp 14.000 per saham.
Baca Juga: IHSG Naik 0,09% pada Jumat (20/12) tapi Anjlok 4,65% Dalam Sepekan, Cek Sentimennya
Selain itu Audi juga merekomendasikan PT Mayora Indah Tbk (MYOR) trading buy dengan target harga Rp 2.880 per saham.
Sedangkan Nafan memilih PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan merekomendasikan buy on weakness dengan target aga Rp 12.000 per saham.
Selanjutnya: Emiten Ramai-Ramai Ajukan Pinjaman ke Bank pada Penghujung 2024
Menarik Dibaca: 4 Manfaat Minum Air Kelapa Hijau Rutin untuk Kesehatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News