Sumber: Antara,Reuters | Editor: Yudho Winarto
LONDON. Kurs poundsterling jatuh ke tingkat terendah dalam lebih dari tiga dekade terhadap dollar AS yang menguat di seluruh papan perdagangan pada Selasa (4/l10), terpukul kekhawatiran atas dampak kepergian Inggris dari Uni Eropa.
Greenback mencapai level tertinggi 13-hari terhadap sekeranjang mata uang utama, dibantu oleh keuntungan terhadap yen dan survei positif sektor manufaktur AS yang mendorong investor meningkatkan spekulasi mereka pada kenaikan suku bunga AS di akhir tahun ini.
Pound telah merosot lebih dari satu % pada hari sebelumnya dipicu pengumuman Perdana Menteri Inggris Theresa May pada Minggu bahwa proses formal yang akan mengambil Inggris keluar dari Uni Eropa akan dimulai pada akhir Maret tahun depan.
Mata uang Inggris diperpanjang kejatuhannya pada Selasa, tergelincir lebih dari setengah persen menjadi 1,2757 dollar, terlemah sejak Juni 1985. Itu membawanya turun 15 % sejak referendum keanggotaan Inggris di Uni Eropa pada 23 Juni.
Banyak kekhawatiran di pasar bahwa sikap pemerintah menunjukkan ke "Brexit keras", di mana Inggris berhenti dari pasar tunggal dalam mendukung mempertahankan kontrol atas migrasi dan bisa mendorong eksodus bank-bank dari London.
"Berita utama telah kita lihat dalam beberapa hari terakhir ... telah menjadi fokus perhatian pasar tentang tantangan struktur besar yang Inggris sedang hadapi, terutama jika Inggris akan pergi menjadi Brexit 'keras' daripada 'lembut'," kata analis valas HSBC Dominic Bunning, menyoroti laporan yang menunjukkan Inggris pasca-Brexit tidak akan mendukung sektor keuangan.
Bunning mengatakan investor khawatir bahwa jika industri jasa keuangan besar Inggris menerima pukulan besar dari Brexit, itu bisa membantu memperluas defisit transaksi berjalan yang sudah menganga.
Sementara gejolak di hari-hari dan minggu-minggu setelah referendum Uni Eropa mendorong permintaan untuk mata uang "safe-havens" seperti yen, analis menyatakan bahwa kemerosotan terbaru dalam pound belum memicu reaksi serupa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News