Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Di kala volatile melanda pasar, manajer investasi kerap memperpendek durasi portofolio efek surat utang guna meminimalisir penurunan.
Begitu pula strategi yang diterapkan PT Mandiri Manajemen Investasi (Mandiri Investasi) dalam mengelola reksadana pendapatan tetap berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) Investa Dana Dollar Mandiri.
Endang Astharanti, Direktur Mandiri Investasi berujar, dalam beberapa pekan terakhir, pasar obligasi domestik memang tengah tertekan. Pemicunya, antisipasi kebijakan yang akan diambil Presiden AS terpilih Donald Trump serta peluang kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed) pada 13 Desember 2016 - 14 Desember 2016.
Konsensus Bloomberg mencatat, 100% ekonom yakin The Fed bakal mengerek suku bunganya sebesar 25 bps menjadi 0,5% - 0,75% bulan depan.
Guna meminimalisir penurunan imbal hasil (return) Investa Dana Dollar Mandiri, perusahaan pun menerapkan strategi memperpendek durasi efek surat utang yang diambil.
"Saat ini, kami sudah mere-balancing. Durasi surat utang awalnya di atas tiga tahun. Sekarang durasi kami pertahankan maksimal tiga tahun," terangnya.
Merujuk fund fact sheet per Oktober 2016, mayoritas aset Investa Dana Dollar Mandiri diparkir pada efek surat utang yakni 91,95%. Sisanya 8,05% berupa instrumen pasar uang dan kas. Perusahaan memang leluasa memarkirkan dana 80% - 100% pada efek surat utang serta 0% - 20% pada instrumen pasar uang.
Kepemilikan terbesar dihuni oleh obligasi pemerintah berdenominasi dollar AS, obligasi korporasi PT Perusahaan Listrik Negara, serta obligasi korporasi milik PT Bank Negara Indonesia Tbk.
Adapun secara year to date per 22 November 2016, Investa Dana Dollar Mandiri membukukan return 3,85%, di bawah rata-rata kinerja reksadana pendapatan tetap berdenominasi dollar AS yang tumbuh 4,77% periode sama.
Endang menuturkan, saat ini perusahaan tengah mencermati kejelasan kebijakan yang bakal diambil Trump serta dampaknya terhadap pasar negara berkembang. Volatilitas mata uang Garuda juga turut menjadi salah satu pertimbangan.
Nantinya, jika kondisi pasar global dan domestik sudah kondusif, barulah perusahaan bakal kembali memperpanjang durasi obligasinya. "Underlying asset tetap, kami hanya main di durasi," tukasnya.