kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.704.000   -3.000   -0,18%
  • USD/IDR 16.310   25,00   0,15%
  • IDX 6.803   14,96   0,22%
  • KOMPAS100 1.005   -3,16   -0,31%
  • LQ45 777   -4,08   -0,52%
  • ISSI 212   1,22   0,58%
  • IDX30 402   -2,62   -0,65%
  • IDXHIDIV20 484   -3,58   -0,73%
  • IDX80 114   -0,52   -0,46%
  • IDXV30 119   -0,94   -0,79%
  • IDXQ30 132   -0,40   -0,30%

Potensi Dividen dan Buyback Berpotensi Memoles Kinerja Lesu Emiten Bank Besar


Minggu, 16 Februari 2025 / 23:08 WIB
Potensi Dividen dan Buyback Berpotensi Memoles Kinerja Lesu Emiten Bank Besar
ILUSTRASI. Petugas kebersihan beraktivitas di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (19/6/2024). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan Rabu (19/07/2024) ditutup di zona merah pada posisi 6.726.91 atau melemah 0,12%. Pekan lalu, lembaga keuangan Amerika Serikat (AS), Morgan Stanley, menurunkan rekomendasinya untuk saham-saham di Indonesia menjadi underweight. Penurunan rekomendasi itu dipengaruhi oleh kebijakan fiskal Indonesia dan penguatan dolar AS yang menimbulkan risiko investasi saham di Indonesia. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/19/06/2024


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Saham sektor perbankan mengalami penurunan akibat kinerja keuangan yang kurang memuaskan di tahun 2024.

Di tengah berbagai tantangan, pembayaran dividen dan aksi buyback dari bank-bank pelat merah berpotensi menjadi katalis positif bagi saham perbankan.

Analis BRI Danareksa Sekuritas, Victor Stefano, mencatat bahwa saham sektor perbankan turun sebesar 7% Month to Date (MTD), lebih besar dibandingkan dengan IHSG yang melemah sekitar 6% per 12 Februari 2025.

Baca Juga: Likuiditas Ketat Menekan Saham Bank, Cek Rekomendasi BBCA, BBRI, BBNI, BMRI, BRIS

PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mencatatkan penurunan terbesar dengan harga saham merosot sekitar 17% MTD, disusul oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang turun 13% MTD.

Menurut Victor, tekanan pada saham perbankan disebabkan oleh laporan keuangan emiten bank yang mengecewakan.

Selain itu, sektor perbankan masih menghadapi tekanan karena valuasi saat ini masih berada di atas level terendah siklus sebelumnya, yakni PBV 1,5x (-2,5SD) pada 2015–2016 dan PBV 1,4x (-3SD) pada 2019–2020.

“Valuasi bank-bank besar memang telah menurun, tetapi belum mencapai titik terendah historisnya. Hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh siklus kenaikan Non-Performing Loan (NPL),” ujar Victor dalam risetnya pada 12 Februari 2025.

Victor juga mencermati bahwa arus keluar investor asing telah menyeret valuasi saham perbankan.

Baca Juga: Emiten Ritel Bakal Tuai Berkah di Momen Ramadan dan Lebaran, Ini Rekomendasi Sahamnya

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mengalami arus keluar asing terbesar sepanjang tahun ini, mengimbangi arus masuk dari dua tahun terakhir. BMRI dan BBNI juga mengalami arus keluar yang berkelanjutan sejak 2024.

Tekanan jual kemungkinan masih akan berlanjut karena beberapa bank besar memiliki dana asing dalam jumlah relatif tinggi. Sementara itu, BBCA dan BBRI berada dalam posisi yang lebih netral terhadap bobot dana lokal masing-masing.

Meskipun kekhawatiran terhadap kualitas aset tidak sejelas saat pandemi COVID-19, Victor menilai bahwa likuiditas yang ketat masih menjadi tantangan utama bagi sektor perbankan.

Dengan demikian, risiko penurunan valuasi masih ada, bahkan bisa jatuh di bawah -1SD dari rata-rata historis 15 tahun terakhir.

Baca Juga: Saham BBRI, BRMS, dan BMRI Paling Ramai Dalam Perdagangan Sepekan Hingga Jumat (14/2)

BRI Danareksa Sekuritas juga menyoroti risiko likuiditas yang ketat serta potensi penurunan kualitas aset perbankan. Kondisi ini dapat menekan Net Interest Margin (NIM) dan meningkatkan Cost of Credit (CoC) pada 2025.

Jika suku bunga acuan menurun dan menyebabkan imbal hasil obligasi SRBI lebih rendah, tekanan likuiditas di sistem perbankan dapat berkurang. Selain itu, stabilitas nilai tukar rupiah juga diharapkan tetap terjaga, terutama bagi bank dengan kepemilikan asing yang tinggi.

Di tengah tantangan tersebut, Victor tetap merekomendasikan BBCA, BTPS, dan BRIS karena memiliki Cost of Fund (CoF) yang lebih stabil serta prospek kualitas aset yang lebih baik.

Dalam jangka pendek, hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan serta laporan keuangan kuartal I-2025 masih menjadi sorotan utama pasar, selain faktor ketidakpastian makroekonomi global.

Sementara itu, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nicodemus, menilai bahwa prospek sektor perbankan masih positif.

Baca Juga: Intip Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Senin (17/2)

Menurutnya, penurunan saham bank saat ini masih dalam batas wajar, mengingat kondisi pasar keuangan global yang penuh ketidakpastian.

“Ketidakpastian global telah mendorong investor asing untuk melepas kepemilikan saham perbankan, yang menyebabkan harga saham turun,” ujar Nico kepada Kontan.co.id, Minggu (16/2).

Nico juga mengakui bahwa kinerja keuangan emiten perbankan meleset dari ekspektasi. Namun, ia menilai bahwa pembayaran dividen dapat kembali menarik minat investor ke saham bank.

Misalnya, tiga bank BUMN—BBRI, BBNI, dan BMRI—berpotensi membagikan dividen tinggi sejalan dengan pertumbuhan laba tahun 2024.

Dengan rasio pembayaran dividen sebesar 85%, BBRI berpotensi membagikan dividen senilai Rp 51,12 triliun. Sementara itu, dengan rasio dividen sekitar 60%, BMRI dan BBNI masing-masing berpotensi membagikan dividen sebesar Rp 33,46 triliun dan Rp 12,87 triliun.

“Asalkan dividend yield-nya menarik, maka dividen bisa menjadi daya tarik bagi investor untuk kembali masuk ke saham perbankan,” tambah Nico.

Baca Juga: Tertekan Penurunan Harga, Saham Emiten Batubara Mana yang Masih Menarik?

Selain dividen, rencana buyback saham oleh BBRI dan BBNI juga menjadi perhatian investor. Terutama BBRI yang berencana melakukan buyback saham senilai Rp 1,5 triliun.

“Kami masih merekomendasikan saham BBRI, BBCA, BMRI, BBNI, BNGA, dan BRIS. Selain karena harga sahamnya sudah turun, fundamental bank-bank ini masih sangat baik dan memiliki potensi valuasi yang menarik di masa mendatang,” jelas Nico.

Nico merekomendasikan Buy untuk BBRI dan BBNI dengan target harga masing-masing Rp 5.150 dan Rp 5.800 per saham.

Sementara itu, rekomendasi Buy untuk BMRI dan BRIS dipertahankan dengan target harga masing-masing Rp 7.100 dan Rp 3.550 per saham.

Selanjutnya: Anak Usaha Agung Sedayu Jadi Tuan Rumah Konferensi Bisnis Global

Menarik Dibaca: Robert Kiyosaki Beri Peringatan akan Ada Depresi Besar, Waktu yang Baik Menjadi Kaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×