Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Akumulasi reksadana di Surat Berharga Negara (SBN) berpotensi meningkat Rp 10 triliun hingga Rp 15 triliun sepanjang paruh kedua tahun 2016.
Mengacu situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 30 Juni 2016, kepemilikan reksadana di SBN mencapai Rp 76,44 triliun. Rinciannya, pada Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 67,47 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebanyak Rp 8,96 triliun.
Angka tersebut melonjak 24% atau sekitar Rp 14,84 triliun dari posisi akhir tahun 2015 yang tercatat Rp 61,6 triliun di mana pada SUN senilai Rp 56,56 triliun dan SBSN sebesar Rp 5,04 triliun.
Ariawan, Fixed Income Analyst PT BNI Securities menerawang, pada semester II tahun 2016, kepemilikan reksadana di SBN berpotensi menggemuk Rp 10 triliun – Rp 15 triliun lagi. Sebab, minat investor pada reksadana beraset dasar efek surat utang akan terus meningkat.
Apalagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-Undang Pengampunan Pajak alias tax amnesty. Jika berjalan lancar, sebagian dana repatriasi juga berpotensi masuk ke pasar surat utang domestik.
“Karena obligasi bisa jadi pilihan untuk masuk secara langsung. Ataupun secara tidak langsung melalui reksadana berbasis obligasi,” paparnya.
Pemilik aset memang bebas memilih investasi atas aset repatriasinya ke dalam obligasi pemerintah, obligasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), obligasi korporasi, saham, reksadana, serta aset lainnya seperti properti.
Serupa, Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo meramal, akumulasi reksadana pada SBN akan terus melonjak. Faktor pendorongnya, kebijakan moneter longgar semisal pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia serta membaiknya kondisi makro ekonomi.
Menurut Beben, di waktu mendatang, investor akan berburu jenis reksadana berbasis saham maupun reksadana beraset dasar surat utang.
“Jika ketidakpastian masih ada di pasar, tentu reksadana pendapatan tetap akan diincar investor,” terkanya. Maklum, volatilitas di pasar obligasi lebih minim ketimbang volatilitas pasar saham.
Memang ada tantangan yang patut dicermati investor. Pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk mengerek daya beli masyarakat. Dari eksternal, rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat alias The Fed yang saat ini di level 0,25% - 0,5% serta perlambatan ekonomi China.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News