Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Minat investor asing berinvestasi di Indonesia masih besar. Buktinya, asing masih mengoleksi surat utang negara (SUN) yang diterbitkan pemerintah.
Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan menunjukkan, per Desember 2016, kepemilikan asing di SUN mencapai Rp 665,86 triliun. Angka tersebut melonjak Rp 107,34 triliun dari posisi akhir 2015 sebesar Rp 558,52 triliun.
Sekadar perbandingan, kepemilikan asing di 2015 cuma naik Rp 97,17 triliun.
Senior Research & Analyst Pasar Dana Beben Feri Wibowo bilang, tahun lalu investor asing cukup agresif memburu obligasi pemerintah, karena SBN memang sangat atraktif. Investasi di obligasi negara tahun lalu memberi return sekitar 13,93%, sebagaimana tercermin dari indeks INDOBeX Government Total Return yang dirangkum Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA).
Investor memang lebih optimistis tahun lalu ketimbang tahun sebelumnya. Sebab, fundamental ekonomi Indonesia tahun lalu lebih baik. Hal ini antara lain didorong oleh langkah Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan hingga tujuh kali. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia di kuartal III-2016 tumbuh 5,02%, melampaui ekspektasi pelaku pasar, sebesar 5%.
Nilai tukar rupiah sepanjang tahun lalu juga menguat 2,49% menjadi Rp 13.473 per dollar AS.
Desmon Silitonga, Analis Capital Asset Management, menambahkan, inflasi yang terkendali juga menjadi daya tarik bagi investor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi di 2016 hanya 3,02%.
Angka tersebut masih sejalan dengan target inflasi pemerintah, yakni sekitar 3%. Tambah lagi, lembaga pemeringkat Fitch Ratings meningkatkan outlook surat utang Indonesia dari semula stabil menjadi positif.
Selain itu, Fitch mengafirmasi peringkat utang Indonesia di level investment grade. Sentimen positif tersebut menahan kejatuhan pasar surat utang pemerintah saat tertekan di kuartal IV-2016. Tekanan muncul setelah kemenangan Donald Trump sebagai presiden AS dan suku bunga acuan The Fed naik di pertengahan Desember lalu.
“Masih ada inflow asing, karena yield obligasi Indonesia paling menarik di Asia,” terang Desmon.
Merujuk data Asian Bonds Online per 28 Desember 2016, yield obligasi pemerintah Indonesia bertenor 10 tahun mencapai 7,91%. Ini lebih menarik ketimbang obligasi bertenor sama milik pemerintah China yang mencapai 3,19%, Hong Kong 2,13%, Jepang 0,06%, Korea 2,12%, Malaysia 4,23%, Filipina 4,73%, Singapura 2,39%, Thailand 2,84%, serta Vietnam 6,37%.
Tetap bullish
Oleh karena itu, Desmon optimistis investor asing masih akan mengincar SUN tahun ini. Dengan catatan, pemerintah mampu menjaga stabilitas valuasi rupiah dan mengendalikan inflasi dalam negeri. Apalagi, ekonomi dalam negeri disinyalir bisa tumbuh sekitar 5,1%.
Kendati demikian, Desmon menerawang, penambahan kepemilikan asing di SBN tahun ini cuma sekitar Rp 50 triliun–Rp 60 triliun. Maklum, pasar obligasi Indonesia masih penuh tantangan, terutama dari eksternal.
Rencana kenaikan suku bunga The Fed, realisasi keluarnya Inggris dari Uni Eropa, kebijakan Trump, hingga pemilihan umum Jerman dan Prancis, berpotensi menekan pasar obligasi.
“Tapi, jika Standard & Poor’s meningkatkan peringkat utang Indonesia menjadi investment grade, sentimen positif akan bertambah,” ungkap Desmon.
Beben juga menilai kondisi ekonomi Indonesia yang masih positif tahun ini akan mengerek naik performa SBN. Namun, investor asing diprediksi akan memperpendek durasi investasinya. Yakni dengan memindahkan dananya dari SUN bertenor panjang ke SUN tenor pendek.
“Pengalihan tersebut merupakan langkah atau strategi bagi asing guna mengoptimalkan return dan meminimalisasi risiko,” terang Beben.
Namun, fenomena tersebut hanya bersifat sementara. Jika pasar kembali bullish, investor asing bakal kembali memburu SUN bertenor menengah dan panjang untuk memaksimalkan cuan.
Beben memprediksi, tahun ini yield SUN bertenor 10 tahun akan mencapai kisaran 7,4%–8,6%. Sedang menurut hitungan Desmon, tahun ini yield SUN 10 tahun bakal bergulir pada rentang 7%–7,5%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News