Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Porsi investor asing pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) alias sukuk negara cukup minim.
Mengacu situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 16 Maret 2016, kepemilikan SBSN domestik yang dapat diperdagangkan mencapai Rp 200,04 triliun.
Mayoritas sukuk negara masih digenggam oleh bank konvensional sekitar Rp 72,83 triliun. Lalu diikuti oleh investor individu Rp 39,28 triliun, asuransi Rp 32,19 triliun, bank syariah Rp 19,5 triliun, investor lainnya Rp 13,82 triliun, investor asing Rp 10,5 triliun, dana pensiun Rp 5,94 triliun, reksadana Rp 5,39 triliun, serta institusi pemerintah Rp 0,59 triliun.
Adapun porsi asing pada sukuk negara tumbuh 28,99% dibandingkan posisi akhir tahun 2015 yang tercatat Rp 8,14 triliun.
Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo menuturkan, portofolio asing pada SBSN memang masih minim. Bandingkan dengan kepemilikan asing pada Surat Utang Negara (SUN) yang mencapai Rp 585,79 triliun.
Maklum, investor asing umumnya berinvestasi dengan sistem trading. Sehingga mereka lebih menyukai SUN dengan likuiditas yang tinggi. Adapun per 16 Maret 2016, jumlah kepemilikan SUN domestik yang dapat ditransaksikan mencapai Rp 1.353,71 triliun.
Makanya sukuk negara umumnya didominasi oleh investor domestik, semisal perbankan, asuransi, serta dana pensiun yang biasanya menggenggam sukuk hingga jatuh tempo alias hold to maturity.
"Strategi hold to maturity memiliki risiko relatif lebih rendah dibandingkan dengan sistem Available for Sale (AFS). Investor dalam negeri juga lebih berharap pada imbal hasil yang diperoleh hingga jatuh tempo," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News