Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kepastian subsidi harga gas bumi tertentu (HGBT) yang sempat tertunda membuka peluang bagi PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) menambah pendapatannya pada tahun fiskal 2025.
Program subsidi HGBT baru dikonfirmasi perpanjangannya pada 26 Februari 2025 lalu. Padahal, kebijakan yang mengatur subsidi harga gas untuk 7 sektor industri ini sudah berakhir sejak 31 Desember 2024 lalu.
Selama periode tanpa kepastian tersebut, PGAS menetapkan kuota pembelian gas dengan harga subsidi. Nah, industri yang membeli lebih dari kuota yang ditetapkan perseroan harus membayar dengan harga normal.
Untuk diketahui, subsidi HGBT membuat industri hanya perlu membayar sebesar US$ 6 per MMBTU. Tanpa subsidi, industri perlu menggelontorkan dana sebesar US$ 16,77 per MMBTU. Saat ini, PGAS menjual sekitar 56% gas distribusinya dengan harga HGBT, dan sisa 44% dengan harga normal.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham PGN (PGAS) yang Diproyeksi Cetak Kinerja Stabil di Tahun 2025
Analis Kiwoom Sekuritas Miftahul Khaer menyebut keterlambatan pemerintah memastikan HGBT kemarin otomatis menambah pendapatan perseroan dari penjualan harga normal dan bisa menjadi katalis positif untuk pendapatan PGAS.
“Margin usaha PGAS jadi berpotensi naik,” sebut Miftahul kepada Kontan, Senin (28/4).
Sejalan, Analis Ciptadana Sekuritas Asia Arief Budiman memprediksi, penjualan tambahan dengan harga normal selama 2 bulan kemarin akan mengerek naik harga jual gas PGAS.
“Secara konservatif, harga jual rata-rata dan margin distribusi sepanjang 2025-2026 masing-masing dapat tumbuh menjadi US$ 8,15 per MMBTU dan US$ 2,06 per MMBTU, sedikit lebih tinggi dari tahun 2024 yang masing-masing di level US$ 8,12 dan US$ 2,05,” sebut Arief dalam riset 27 Maret 2025.
Baca Juga: Bakal Bangun Jargas 2025, Perusahaan Gas Negara (PGAS) Anggarkan Capex US$ 29 Juta
Dengan asumsi pertumbuhan harga jual rata-rata, Arief memprediksi laba 2025–2026 juga akan meningkat sebesar 10%–12% secara tahunan. Untuk diketahui, pada tahun fiskal 2024 perseroan berhasil mengantongi laba bersih sebesar US$ 339. Angka itu sendiri menunjukkan pertumbuhan 22,1% secara tahunan.
Kendati begitu, Arief menurunkan proyeksi volume transaksi menjadi 896–940 BBTUD, mengingat volume selama dua bulan pertama 2025 masih cenderung datar.
Secara keseluruhan, Arief menilai PGAS masih prospektif, sehingga ia mengubah rekomendasinya dari hold menjadi buy dengan target harga Rp 1.820 per saham. Sementara Miftahul masih mempertahankan rating hold, dengan target harga 1.800 per saham.
Selanjutnya: Pasien Ini Mampu Berkomunikasi Lagi Berkat Implan Otak Neuralink Elon Musk
Menarik Dibaca: IBM X-Force Threat Indeks 2025: Pencurian Kredensial Berskala Besar Meningkat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News