Reporter: Diki Mardiansyah, Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) telah berakhir pada 31 Desember 2024 dan belum ada tanda-tanda akan diperpanjang. Hal ini diprediksi berdampak terhadap kinerja PT Perusahaan Gas Negara Tbk alias PGN (PGAS).
Kebijakan HGBT sebelumnya menetapkan harga gas untuk tujuh sektor industri US$ 6 per MMBTU. Dus, lantaran kebijakan subsidi itu belum diperpanjang, pelaku industri harus membayar dengan harga komersial, yaitu US$ 16,77 per MMBTU untuk pemakaian gas di luar Alokasi Gas Industri (AGIT).
Corporate Secretary PGN, Fajriyah Usman, menjelaskan, HGBT adalah kebijakan dari pemerintah yang salah satu tujuannya adalah meningkatkan daya saing industri di dalam negeri.
Baca Juga: IHSG Anjlok dan Rupiah Melemah, Simak Proyeksi Pasar Saham hingga Akhir 2024
"Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PGN akan mendukung kebijakan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan energi gas bumi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional," ujarnya kepada KONTAN, Senin (6/1).
Nah, Research Analyst Phintraco Sekuritas, Aditya Prayoga melihat, belum ditetapkannya HGBT dapat berdampak negatif pada kinerja PGAS. Lantaran harus membayar dengan harga komersial, beban biaya bagi konsumen bakal membengkak.
Alhasil, ada potensi permintaan bakal melambat. Padahal, selama ini kontribusi penjualan gas untuk sektor industri dan komersial menyumbang sekitar 65% terhadap pendapatan total perusahaan.
Kenaikan harga gas bisa mendorong konsumen mencari alternatif energi yang lebih murah, seperti energi terbarukan atau sumber daya lain yang lebih ekonomis.
Baca Juga: Simak Proyeksi Harga Komoditas Energi Hingga Akhir Tahun 2024
"Sehingga bisa mengurangi permintaan terhadap gas PGAS dan berdampak ke penurunan pendapatan dan margin keuntungan," katanya.
Kendati begitu, PGAS memiliki prospek positif dengan sejumlah inisiatif pengembangan infrastruktur pada periode 2025-2027 yang berfokus pada percepatan transisi energi dan pengurangan emisi karbon.
PGAS juga memperluas integrasi infrastruktur gas di Jawa Tengah untuk memenuhi kebutuhan energi pembangkit listrik, industri, dan rumah tangga, serta memanfaatkan pasokan gas dari Blok Andaman.
"Strategi itu diharapkan dapat memperkuat pendapatan dan memperlebar margin keuntungan PGAS," tuturnya.
Baca Juga: Sentuh Level Tertinggi, Simak Proyeksi Harga Emas Antam pada 2025
Aditya menilai, PGAS saat ini diperdagangkan dengan price to earning ratio (PER) 7,27 kali dan price to book value (PBV) 0,93 kali, masih di bawah peers. Maka potensi fair value PGAS diperkirakan berada di Rp 1.950 per saham, atau punya potensi kenaikan sebesar 22,21%.
Selanjutnya: Jadwal ESL Snapdragon MLBB Season 6 Challenge Season Day 2 (Selasa, 7 Januari 2025)
Menarik Dibaca: Melanjutkan Pelemahan, IHSG Turun 0,5% Pada Selasa Pagi (7/1)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News