kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perekonomian Tumbuh Pesat Pada 2022, Ini Strategi Racik Reksadana Saham MAMI


Rabu, 22 Desember 2021 / 08:53 WIB
Perekonomian Tumbuh Pesat Pada 2022, Ini Strategi Racik Reksadana Saham MAMI
ILUSTRASI. Reksadana Manulife


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun depan diproyeksikan menjadi tahun yang lebih baik bagi perekonomian dan pasar modal Indonesia. Pasalnya, Indonesia justru akan mengalami akselerasi pertumbuhan ekonomi di saat negara lain masih berada dalam tahap normalisasi

Senior Portfolio Manager Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) mengatakan, tema besar pasar global pada tahun depan adalah normalisasi pertumbuhan ekonomi serta normalisasi kebijakan moneter dan fiskal.

Menurutnya, saat ini pasar terlihat lebih siap dalam menghadapi perubahan kondisi ekonomi dan kebijakan di tahun depan.

Hal ini tercermin dari penyesuaian ekspektasi pasar pada akhir 2021 ini dengan data konsensus yang menunjukkan pelaku pasar sudah “one step ahead” dibandingkan dengan kondisi yang ada.

Baca Juga: Manulife Aset Manajemen Kuasai 10,46% Pasar Reksadana

“Sehingga diharapkan volatilitas di pasar keuangan juga akan lebih terkendali dan terukur. Komunikasi yang seimbang dari bank sentral dan pemerintah dunia akan menjadi sangat penting dalam menjaga stabilitas di sektor keuangan,” ujar Samuel dalam keterangan tertulis, Selasa (21/12)

Jika bicara perekonomian domestik, Samuel justru melihat Indonesia tidak berada pada fase normalisasi, namun malah mengalami akselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih optimal di 2022.

Momentum pembukaan kembali ekonomi diperkirakan meningkat di kuartal pertama, ketika cakupan vaksinasi sudah lebih luas yang diperkirakan akan mencapai 70% dari populasi.

Terlebih lagi, demografi Indonesia yang didominasi oleh usia muda juga akan membawa keuntungan, mempercepat aktivitas ekonomi kembali normal terutama apabila pembelian booster semakin diperluas.

Lebih lanjut, Samuel juga memandang ekspektasi inflasi 2022 di Indonesia akan relatif terjaga. Memang, akan ada potensi peningkatan yang disebabkan beberapa faktor seperti momentum pemulihan ekonomi yang lebih kuat, peluang kenaikan administered price pada bahan bakar minyak dan listrik, dampak kenaikan PPN, dan kenaikan harga bahan baku yang dibebankan ke konsumen.

“Namun kami perkirakan tekanannya akan relatif terkendali dalam rentang 3% +/- 1%. Kondisi ini memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk tetap menerapkan kebijakan yang mendukung pemulihan ekonomi,” imbuhnya.

Samuel juga meyakini rupiah saat ini lebih kokoh dalam menghadapi perubahan sentimen global, meskipun berpotensi melemah di tengah perubahan kebijakan moneter global dan normalisasi harga komoditas dunia.

Namun stabilitas rupiah masih akan terjaga ditopang oleh tiga pilar utama, yaitu kebijakan moneter prudensial yang diterapkan Bank Indonesia, ketahanan eksternal yang lebih kuat, dan cadangan devisa yang memadai.

Kepemilikan asing pada pasar obligasi Indonesia yang sudah jauh lebih rendah turut mengurangi potensi tekanan dari arus keluar dana asing.

Terkait sentimen negatif yang patut diwaspadai, Samuel menyebut perkembangan varian baru dan efektivitas vaksin, serta komunikasi pemerintah dan bank sentral akan perubahan kebijakan moneter dan fiskal – besaran dan kecepatannya –adalah beberapa faktor risiko utama yang perlu dicermati ke depannya.

Kualitas rilis data ekonomi dalam beberapa bulan mendatang akan mempengaruhi bagaimana normalisasi kebijakan moneter global akan dilakukan.

Baca Juga: MAMI Mencatat Dana Kelolaan Reksadana Terbesar hingga November

Oleh karena itu, guna menghasilkan dan mempertahankan alpha pada kinerja portofolio, pihaknya membagi strategi pengelolaan menjadi dua pendekatan, yakni alokasi strategis dan taktikal.

Untuk alokasi strategis, pihaknya mempertahankan posisi overweight pada sektor inti yang mendapatkan manfaat dari perubahan struktural, seperti: e-economy, green economy, dan telekomunikasi.

Sektor-sektor tersebut menawarkan latar belakang fundamental yang kuat dan menjadi fokus investasi investor asing terutama active money.

Sementara untuk alokasi taktikal, pihaknya akan secara selektif mengambil posisi overweight pada beberapa sektor yang menjadi proksi pembukaan kembali ekonomi, seperti finansial, otomotif dan properti.

“Di samping itu, kami juga terus mencermati likuiditas dan volatilitas untuk memastikan pengelolaan investasi memberikan hasil optimal dengan risiko yang terkendali,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×