Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan Indonesia Composite Bond Index (ICBI) tercatat cukup volatile dalam sepekan terakhir. Hal ini disinyalir karena munculnya kekhawatiran investor yang membuat pelaku pasar cenderung bersikap risk averse atau menghindari risiko.
Mengutip laman PT Penilai Harga Efek Indonesia (IBPA), diketahui ICBI pada perdagangan Rabu (5/2) ditutup turun 0,04% di level 281,69. Angka tersebut sedikit menanjak setelah sempat menyentuh level 280,68 pada Senin (3/2).
Baca Juga: Dukungan stimulus, indeks obligasi Indonesia diproyeksi terus naik
Head of Economic Research Pefindo Fikri C Permana mengatakan, pergerakan ICBI yang volatile dikarenakan adanya kekhawatiran investor, seiring terjadinya invertered antara US$ treasury 3 month dan US$ Treasury 10 year. Akibatnya, pelaku pasar cenderung menghindar dan mendorong capital flight.
"Untungnya sejak Selasa (4/2) hal tersebut (volatile) sudah tidak terjadi, sehingga ketakutan investor global mulai berkurang," jelas Fikri kepada Kontan, Rabu (5/2).
Selain itu, Fikri menilai ketakutan sektor riil saat ini juga cenderung berkurang seiring telah dicobanya serum anti-virus corona. Untuk itu, prediksinya dengan kemungkinan pelonggaran kebijakan moneter, indeks ICBI masih bisa rally ke depannya.
Baca Juga: Indeks obligasi Indonesia kembali cetak rekor tertinggi sepanjang masa
Apalagi, seiring kemungkinan bahwa yield akan bergerak menuju level yang lebih rendah lagi ke depan. Ditambah lagi, sentimen dari dalam negeri seperti sikap kehati-hatian dari pemerintah dalam menjaga defisit Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara, khususnya primary balance bakal turut menjadi sentimen positif bagi pasar.
"Ini akan sangat-sangat membantu dalam memberikan kepercayaan pasar terhadap prospek Surat Utang Negara (SUN)," tegasnya.
Baca Juga: Reli Panjang Harga Obligasi Negara Tertahan, Begini Proyeksinya Menurut Analis
Ke depan, Fikri menilai volatilitas harian pada ICBI masih akan terjadi, tergantung pada berbagai faktor perekonomian global dan domestik yang berkembang.
Termasuk, pada pergerakan US Treasury maupun pergerakan nilai tukar rupiah. Dengan kondisi tersebut, Fikri memperkirakan yield SUN 10 tahun diperkirakan bakal menyentuh level 6,5% atau bahkan lebih rendah di akhir tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News