Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yield Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun Indonesia kembali melandai di bawah 7%. Namun, penurunannya dinilai terbatas seiring ketidakpastian global dan pasokan surat utang pemerintah yang masih akan tinggi.
Berdasarkan Trading Economics, yield SUN 10 tahun berada di level 6,91% pada Selasa (11/2). Sepekan terakhir 0,11%, mengakumulasi penurunan 0,36% dalam sebulan.
Penurunan yield SUN 10 tahun seiringan dengan melandainya yield US Treasury (UST) yang juga turun 0,25% dalam sebulan ke 4,53%. Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mendorong penurunan yield UST.
Baca Juga: Pefindo Raih Mandat Obligasi Rp 56,69 Triliun, Perbankan dan Tambang Terbesar
Meski begitu, Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo Suhindarto menilai penurunan yield SUN 10 tahun lebih didorong berdasarkan pasokan dan permintaan. Adapun pasokan surat utang pemerintah tahun ini diperkirakan meningkat karena kebutuhan penerbitan relatif lebih tinggi.
"Ini akibat defisit anggaran yang melebar dan utang jatuh tempo yang naik signifikan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (11/2).
Di sisi lain, yield UST yang melandai juga lebih disebabkan adanya arus masuk modal ke AS dari negara berkembang. Namun, Suhindarto melihat penurunannya pun relatif terbatas, terutama pada tenor pendek.
Baca Juga: Yield SUN 10 Tahun Turun ke Level Terendah, Ada Fenomena Flight To Quality
Ia berpandangan, yield UST akan lebih kaku untuk turun karena ekspektasi pelonggaran moneter yang terlihat akan lebih lambat. Selain itu, utang AS yang tinggi dan mendorong penerbitan surat utang baru yang lebih tinggi dari sebelumnya juga berkontribusi terhadap hal tersebut.
Demikian halnya dengan yield SUN 10 tahun juga berpotensi lebih kaku juga untuk turun karena pasokan surat utang pemerintah yang lebih tinggi di tengah permintaan yang masih terbatas. Sehingga, target yield pemerintah di level 7% dalam APBN tidak mengherankan.
Dus, Pefindo memproyeksikan rata-rata yield SUN 10 tahun akan berkisar direntang 6,31%-6,69% pada tahun ini. "Yang sebetulnya dengan pelonggaran moneter lebih lanjut di tahun ini, yield bisa turun lebih jauh. Namun, karena suplainya banyak jadi penurunannya pun terbatas," imbuhnya.
Baca Juga: Pasar Obligasi Hadapi Tantangan Eksternal, Inflow Diperkirakan Terbatas di 2025
Selanjutnya: IHSG Diprediksi Melemah Lagi, Simak Rekomendasi Saham untuk Rabu (12/2)
Menarik Dibaca: Matcha dan 4 Minuman untuk Mencegah Jerawat, Tertarik Coba?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News